Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI telah mengabulkan permohonan Restorative Justice (RJ) atas perkara tindak pidana kekerasan terhadap anak dengan tersangka SH alias MS, yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bengkalis. Keputusan ini diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis, Sri Odit Megonondo, melalui Kasi Intelijen Resky Pradhana Romli pada sebuah video conference ekspose perkara bersama Jampidum RI yang diwakili oleh Plt. Direktur C, Nur Aisyah, pada Kamis (8/5/2025).

Permohonan restorative justice dalam kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak dengan tersangka SH alias MS dikabulkan setelah mempertimbangkan beberapa faktor penting. Tersangka dianggap baru pertama kali melakukan tindak pidana, sudah meminta maaf kepada korban, telah menjalani sanksi sosial dengan membersihkan rumah ibadah selama dua bulan, korban beserta keluarganya telah memaafkan tersangka, dan tersangka telah membuat pernyataan tertulis bahwa tidak akan mengulangi perbuatannya.

Menurut Resky, “Restorative justice bukan berarti memaafkan pelaku untuk berbuat lagi, tetapi ini mengedepankan sisi kemanusiaan dalam proses hukum yang adil dan menyeluruh.” Langkah ini didasarkan pada Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dengan memperhatikan pendekatan ini, Kejaksaan Negeri Bengkalis menegaskan komitmennya dalam menjunjung nilai-nilai humanisme dan keadilan sosial di tengah masyarakat. Tersangka SH diduga melanggar Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2016.

Keputusan ini merupakan langkah yang diambil untuk menciptakan proses hukum yang adil dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam penanganan kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak. Kejari Bengkalis berkomitmen untuk melibatkan semua pihak terkait dalam upaya mencapai keadilan dan perdamaian di masyarakat.