Kasus eksploitasi penonton DWP 2024 oleh tindakan korup yang ada di dalam kantor Polisi tetap berlanjut.
Terbaru, Polisi akan segera mengembalikan barang bukti berupa uang Rp 2,5 miliar kepada korban pemerasan yang ditangkap tersebut.
Amatlah tidak setuju atas pernyataan tersebut.
“Ini membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menyelesaikan kasus yang melibatkan anggotanya selain di bidang hukum, tetapi cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP),” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Senin (6/1/2023).
Menurut Teguh, jika Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan penyidik menurut aturan perundang-undangan dan menurut hukum, maka uang yang disita itu adalah bagian dari barang bukti hasil tindak pidana.
Jadi, jika uang yang disita dikembalikan, maka tidak ada barang bukti yang bisa disalahgunakan penyidik untuk menjerat preman yang juga aparat negara itu.
Ditjelaskan bahwa pelaksana hukum mengetahui bahwa barang bukti itu akan dibawa ke pengadilan, dan kemudian hakim yang menyerahkan serta menetapkan perkara pembuangan terhadap Tahanan Penghuni Malaysia akan menentukan, apakah uang yang disita dimasukkan ke kas daerah atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.
“Polisi sebagai penyidik tidak memiliki wewenang menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang 2,5 miliar rupiah tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan korupsi,” katanya.
Teguh mengatakan, jika uang yang disita sejumlah Rp 2,5 miliar dari 45 korban pemerasan Warga Negara Malaysia itu dikembalikan, maka sama saja dengan meniadakan atau menghilangkan barang bukti untuk proses hukum yang tentunya mendapat pertanyaan dari masyarakat.
“Akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot,” ini ujar baginya.
Karena, lanjutnya, kekurangan yang dilakukan oleh tim penegak hukum narkoba secara bersama tidak akan diproses secara hukum, padahal sudah terdengar luas di media sosial, baik di tanah air maupun di luar negeri.
“Dugaan tindak pidana tindakan eksploitasi dalam jabatan dalam kasus DWP ini masuk ke dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak bisa diselesaikan dengan jalur restorative justice,” katanya.
Teguh menyatakan bahwa hanya melalui proses pemeriksaan pidana, maka penyebaran dugaan dan penyalahgunaan suara dalam jabatan ini bisa didalami polanya, motif serta jalur aliran keuangan-pertimbangan ke pihak lain.
Tersedia pula kemungkinan terjadinya TPPU, karena uang hasil tuduhan pemerasan itu disimpan ke rekening tertentu milik pihak lain.
Dengan demikian, IPW menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah adanya ketegasan dan komitmen untuk melawan polisi-polisi nakal.
“Yang merupakan cita-cita resmi Polri, ini adalah perintah dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan hukuman tegas kepada anggotanya yang bermasalah dengan hukum,” kata Teguh.
“Perlu tindakan tegas, jadi tolong tidak terlalu lama, segera bikin PTDH dan proses pidana,” ucapnya.
“Sebaiknya segera dilakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya,” imbuhnya.
Teguh mengatakan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melanggar janji Seperti yang dikatakan, bahwa institusi Polri melalui Propam Polri melakukan pengembalian uang Rp 2,5 miliar kepada korban pemerasan penonton DWP, maka hal itu merupakan pengkhianatan.
Saat ini sidang Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan tiga anggota Polri diberi sanksi disiplin dalam kasus penyértukaran dana wakil dari sponsor yang berlangsung di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Mereka adalah Komisaris Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak, Kasubdit III Dirresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia, serta Eks Kepala 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful.
Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan AKP Yudhy Triananta Syaeful ñdikomis dan ditindak etik secara hormat, pada hari Selasa (31/12/2024).
Sementara AKBP Malvino Edward Yustisia (MEY) dibebaskan dari jabatannya dalam sidang etika, Kamis (2/1/2024).
IPW menilai bahwa keputusan PTDH terhadap Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, mantan direktur Resnarkoba Polda Metro Jaya, adalah keputusan yang aneh dengan alasan bahwa seorang kepolisian yang hanya tahu akan suatu hal namun tidak melakukan tindakan.
Ini merupakan keputusan yang tidak jelas karena dianggap dilupakan.
Bahwa Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak tidak seharusnya dikomunikasikan pemecatan atas dasar tidak melarang dan menindak anggotanya yang menagih.
Dengan demikian, keputusan dari Musyawarah ini akan menciptakan celah di tingkat banding, yang kemudian akan dilakukan oleh Mahkamah Agung (PTDH).
“ini seperti hal yang terjadi pada anggota yang terlibat dalam kasus Ferdy Sambo dan mendapat promosi,” kata Teguh.
Dengan demikian, putusan kasus eksploitasi penonton DWP oleh anggota Polri yang menjadi bahan perbincangan hangat masyarakat akan menjadi patokan langkah institusi Polri pada tahun 2025 dan tahun-tahun berikutnya di era presiden Prabowo.
“Sikap dari Presiden Prabowo sebagai pimpinan langsung dari lembaga Polri sangat ditunggu,” ungkap Teguh.
Sebelumnya sudah dibicarakan, Polri akan mengembalikan uang Rp2,5 miliar hasil pemeriksaan polisi terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP).
Demikian disampaikan oleh Kepala Biro Pengawasan Penyidikan dan Pembinaan Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agus Wijayanti.
“Sejauh ini, kita telah menyerahkan serta menemukan barang bukti, yaitu sejumlah uang sebesar 2,5 miliar, rekening koran, serta aplikasi bank,” jelasnya di TNI selain Cawapres RI di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2024.
Saat ini, uang tersebut tetap direkam dan diproses oleh Bagian Pengawasan Kehormatan dan Pengamanan Polisi Republik Indonesia.
Kapan kepolisian akan mengembalikan uang hasil penipuan tersebut?
Nantinya, Kepolisian akan mengembalikan uang Rp2,5 miliar setelah ustadi dalam penyidikan dan sidang etik terhadap 18 anggota terduga pelanggar.
Adalah pembayaran kembali uang tersebut akan dilakukan melalui mekanisme yang telah disiapkan oleh Dowan Divisi Propam Polri.
“Tentu saja ini untuk keperluan pencacatan dari Biro Propam, dan tantangnya, nanti kita temui divisi tersebut dan nanti akan ada proses di sana untuk barang bukti sejumlah Rp2,5 miliar,” katanya.
Sebelumnya, telah terjadi kasus korupsi yang dilakukan oleh polisi terhadap sejumlah penonton DWP yang menyebabkan 34 anggota Polri dari Satuan Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, termasuk beberapa perwira tinggi, dipindahtugaskan
Tiga anggota Polri telah menerima sanksi pemberhentian tidak hormat karena terlibat dalam kasus ini.
Google News
https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09