Atau menjual saham perbankan tanpa bersih dalam negeri. Hal ini tak terlepas dari keluarnya dana asing dari pasar saham Indonesia.
Ekspor asing bahkan mencetak rekor net sell teresar sepanjang sejarah pada kuartal IV-2024. Seperti dicatatkan riset PT Bahana Sekuritas, periode Oktober-Desember 2024, net sell asing atas saham bank besar di Indonesia hingga Rp 31 triliun.
) juga terdampak oleh lakukan penjualan.
Data terbaru dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) juga menyebutkan bahwa kepemilikan BBRI oleh investor asing, baik perorangan maupun institusi, hingga 30 November 2024 sebanyak 4,853 miliar saham.
Angka ini sebesar 32,05% yaitu porsi kepemilikan. Angka ini mengalami penurunan dari 51,46 miliar saham (33,96%) per 30 September 2024 dan 55,41 miliar saham (36,56%) per 31 Desember 2023.
Selama meningginya keluar asing, harga saham BBRI dewasa ini diperbaiki 28,73% sepanjang tahun 2024, dari Rp 5.725 (akhir tahun 2023) ke Rp 4.080 (akhir tahun 2024).
Saat itu, perusahaan perbankan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ialah BBCA, di mana penjualan asing mendorong harga BBCA pada kuartal IV-2024 turun 8,96% ke tingkat Rp 9.400 (29/12/2024).
Pada periode tersebut, Blackrock Inc, investor institusi global terkemuka, menjual sepenuhnya 33,31 juta saham BBCA.
Kepala Penelitian Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menyatakan, ketidakpastian global mengganggu kemampuan perusahaan perbankan untuk memberikan performa yang baik, antara lain disebabkan oleh tren suku bunga global yang masih tinggi.
Meski terjadi penurunan tingkat suku bunga, besarannya tidak sesuai jadwal. Hal ini menambah beban biaya kredit dan memangkas keuntungan industri perbankan di Indonesia.
Ekonom utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menyatakan, Amerika Serikat (AS) saat ini menjadi primadona investasi. Dana asing banyak mengalir ke AS, khususnya ke saham-saham teknologi.
Meskipun demikian, Satria melihat kemungkinan besar yang menanti di tahun 2025 ini. Peluang penurunan Indeks Dolar (DXY) yang saat ini berada di kisaran 108 jadi katalis karena regimes ekonomi mungkin akan sulit bagi Donald Trump sebagai Presiden AS dalam dalam kebijakannya.
Indeks dolar saat ini terlalu tinggi dan ekuitas Indonesia jauh di bawah harga dari sudut pandang investor asing. Dolar yang terlalu kuat akan lebih banyak merugikan AS, kata Satria.
Karena itu, Satria merekomendasikan saham seperti BBCA dengan target harga Rp 11.220. Selanjutnya saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dengan target harga Rp 3.500 per saham.
Sementara saham BBRI, sebut pengelola dana investor, masih akan terbebani kredit bermasalah dari proyek pembangunan sosial nasional. Salah satu dampaknya adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terus meningkat.