Inilah sosok berjasa yang pertama kali membongkar sindikat pabrik palsu di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Sosok tertentu yang ternyata merupakan petugas BRILink adalah yang pertama kali curiga setelah menerima lembaran uang Rp 100 ribu yang aneh dari seorang warga.
Pada awalnya, seorang warga membawa uang pecahan lima lembar setiap dengan nominasi Rp 100.000.
Intuisi tajamlah membuat petugas BRILink itu langsung menyadari ada yang berbeda dari uang yang ia terima.
Dia kemudian melaporkan curiganya ke Palangga Police Subdistrict, Sulawesi Selatan.
Di situ kemudian pabrik pembuat uang palsu di UIN Alauddin Makassar terungkap.
Kapolda Gowa AKPB Reonald Simanjuntak mengungkapkan, setelah menerima laporan dari petugas BRILink, polsek Pallangga berkoordinasi dengan Satreskrim Polres Gowa untuk mengembangkan laporan itu.
Sampai akhirnya ditemukan sebuah pabrik uang palsu di kampus UIN Alauddin, Makassar.
Polisi lalu mengambil tahu beberapa alat, termasuk mesin cetak di perpustakaan UIN Alauddin Makassar yang dibawa dari China dan bernilai Rp 600 juta.
Selain itu juga ditemukan ribuan lembar uang pecahan 100 ribu rupiah palsu serta beberapa jenis tinta yang harganya sekitar Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per jenis.
“Mereka telah memesan tinta dari luar negeri yang harganya lebih dari Rp. 20 juta per jenis, namun tidak bisa masuk karena diharamkan oleh Bea Cukai,” kata AKBP Ronald, yang di kutip dari tayangan Fakta TVOne Senin (30/12), di kutip dari Bangka Pos.
Dari sana kemudian terungkap informasi menarik tentang kecakapan menempel matikan orang-orang ini, Andi Ibrahim dan Annar Salahuddin Sampetoding Cs.
Bagaimana tidak, untuk membuat uang palsu itu, menurut Reonald, pelaku memerlukan 11 kali proses pencetakan.
Dikatakan Reonald, meskipun sekilas mirip dan bisa lewat sinar UV, uang palsu yang dicetak sindikat pimpinan Annar Sampetoding dan Andi Ibrahim ini itu tidak sama.
Jika disentuh, uang ini terasa tidak kasar di bagian yang dimaksudkan untuk tunanetra.
Lalu, gambar plat nomornya kabur dan nomor seri tidak terbaca.
Para pelaku dijatuhi hukuman pidana dengan Pasal 37 ayat 1,2, dan 3, serta Pasal 36 ayat 1 dan 2 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 10 tahun dan maksimal seumur hidup.
Sementara itu, Syahruna, terlarang dalam kasus pembuatan uang palsu di UIN Alauddin Makassar, ikut menjelaskan cara pembuatan uang palsu tersebut.
Syahruna adalah seorang operator mesin cetak yang memproduksi uang palsu.
Awalnya Syahruna mempelajari kasus otak ini bernama Annar Salahuddin Sampetoding (ASS).
Dia mengembangkan kemampuan tersebut secara mandiri.
“Saya diajarkan oleh bos ASS. Kemudian saya diminta untuk belajar sendiri,” katanya, dikutip dari kanal tvOneNews, Rabu (1/1/2025), via Tribunnews.
Dia mengaku menyesal ditangkap polisi sebelum mahir betul mengoperasikan mesin cetak uang palsu.
Padahal menurutnya, dia bisa menciptakan uang palsu hingga Rp 50 triliun dalam waktu 3 hari.
Sayangnya saya belum sempat terampil menggunakan alat itu.
“Andaikan itu bisa terjadi (tidak terbongkar, red). Bisa saja dalam waktu 2-3 hari paling banyak 40 contoh uang palsu habis (berarti uang palsu sebanyak Rp 50 triliun),” katanya.
Mereka mengungkap posisi objek produksi uang palsu.
Terdiri atas 19 tahapan, sebelum uang palsu bisa diedarkan, harus melewati semua tahapan tersebut. Bila satu tahapan saja gagal, maka uang palsu tidak bisa digunakan dan harus dibuang.
Ada 19 tahap, apabila salah satu tahap rusak, maka gagal dan dibuang.
“Semua tahapan dari 19 tahapan harus dilewati dan lulus,” kata Syahruna.
Syahruna kemudian menjelaskan secara umum tahapan produksi uang palsu.
Tautannya dimulai dari mencetak benang pengaman dan tanda air.
Membuat kedua item itu menggunakan mesin sablon.
“Setelah itu cetaklah UV-nya dan magnetik agar dapat melepaskan diri dari mesin (mengecewakan uang palsu),” lanjutnya.
Syahruna menceritakan, pada awal proses membuat uang palsu, ia dan teman-temannya tidak memproduksi dalam jumlah banyak.
Orang-orang menemukan satu emisi uang palsu atau sekitar 500 lembar uang palsu
“Saya bisa mulai dulu,” kata serupanya.
Syahruna mengaku dari 200 lembar komplotannya mampu membuat uang palsu sejumlah Rp 100 juta.
Sedangkan bahan-bahan tersebut telah disimpan di gudang.
Lokasinya terletak di lantai dua bangunan perpustakaan.
Syahruna menjelaskan, semua bahan berasal dari Tiongkok.