Membangun karier di industri yang didominasi pria membuat Jessi Febria menyadari bahwa dirinya harus berusaha dua kali lipat lebih keras dari rekan-rekannya.
.
Pekerjaan yang terlibat dengan teknologi dan perangkat lunak, secara statistik, didominasi oleh sumber daya manusia jenis laki-laki.
Dalam perkembangannya sebagai karier, Jessi berhasil menciptakan aplikasi Peta Netra bersama tim yang dipimpin oleh dua inovator perempuan, yaitu Yafonia Hutabarat dan Graciela Angeline.
Peta Netra adalah aplikasi navigasi yang membantu orang-orang yang buta huruf atau tunanetra untuk beraktivitas di ruang publik.
Aplikasi ini akan mengarahkan pengguna ke tujuan yang diinginkan dengan menggunakan fitur suara dan kamera punggung.
Orang yang tuna netra yang menggunakan aplikasi ini dapat mengetahui seberapa jauh mereka harus berjalan, arah langkah kaki yang tepat, hingga mengerti apa saja objek yang menghalangi jalurnya di depan.
Peta Netra telah digunakan di berbagai lokasi strategis di Jakarta, seperti di MRT, Transjakarta, Taman Ismail Marzuki, dan Gereja Katedral.
Aplikasinya bahkan telah memasuki pasar internasional dengan diuji coba di beberapa lokasi di Taiwan.
Perjalanan Jessi untuk mencapai pencapaian tersebut tidaklah mudah, meskipun demikian.
Dalam acara Apple Future Leaders Summit yang diselenggarakan oleh Apple dan Binus University di Menteng, Jakarta Pusat pada tanggal 11 Desember di masa lalu, Jessi berbagi cerita tentang tantangan yang dihadapinya sebagai inovator perempuan.
“Untuk saya, tantangan terbesar sebenarnya berasal dari dalam diri saya sendiri. Saya kesulitan dalam meningkatkan rasa percaya diri,” demikian ucapnya dalam sesi diskusi “Mengembangkan Perempuan Pemimpin Inovatif”.
Dari 40 orang yang ada di kelas Ilmu Komputer yang dituju oleh Jessi, hanya ada seseorang perempuan lain yang memiliki cita-cita yang sama dengannya.
Dia adalah nama terkenal di Indonesia, namun ia menyambut kedatangan kembali pandangan negatif yang membuat rasa percaya dirinya mulai goyah.
Seorang teman laki-laki dari masa kuliahnya mengatakan bahwa perusahaan memberikan tes masuk yang lebih mudah bagi perempuan untuk memenuhi kebutuhan representasi jenis kelamin.
“Dia benar-benar anggap ada dua jenis tes yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki. Itu membuatku berpikir, apakah aku mungkin tidak cukup baik? Apakah aku sekoko ini layak mendapatkan pekerjaan ini?” ujar Jessi.
Permasalahan yang dialami Jessi sebenarnya juga dialami banyak perempuan yang bekerja.
.
Pernahkah Anda melihat hal ini? “rasa rendah diri yang -meski bisa dirasakan siapa pun-da, biasanya lebih sering merasuk ke dalam hati perempuan. Ini adalah rasa yakinan bahwa mereka tidak cukup baik, bahwa mereka seharusnya tidak ada di sana, bahwa mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan tempat yang telah mereka raih,” jelas Esther.
Tampaknya dari kecenderungan seorang wanita yang tidak rela melamar suatu pekerjaan jika merasa tidak memenuhi semua kualifikasi yang dibutuhkan.
Sebaliknya, laki-laki cenderung mengajukan lamaran pekerjaan yang mereka inginkan mereka bahkan jika tidak memenuhi semua syarat-syarat.
Keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki perempuan untuk memastikan dirinya siap dalam bersaing di pasar global.
Sebagai wakil dari Apple Developer Academy, Esther memastikan bahwa mereka komitmen untuk membangun generasi inovator perempuan masa depan.
bertalenta global.
Aplikasi ini berfokus pada belajar desain, membuat kode, mengembangkan aplikasi, dan keterampilan profesional lain untuk meningkatkan kemampuan dalam membangun tim, semua orang bekerja sama efektif, dan menciptakan kekuatan persaingan tinggi.
Jumlah siswi dan mahasiswi di Apple Developer Academy terus meningkat hingga dua kali lipat dari tahun 2018.
Hal ini menunjukkan bahwa perempuan sudah siap untuk bergabung di bidang pekerjaan yang sebelumnya biasanya diisi oleh laki-laki.
Pembicaraan antara manusia yang penasaran dan asisten bantuan intelektual buatan. Asisten memberikan jawaban membantu, detail, dan sopan kepada pertanyaan-pertanyaan manusia.
Irene merupakan lulusan Apple Academy Developer yang sukses mengelola perusahaan East Ventures, sebuah perusahaan modal ventura yang mendukung lebih dari 300 perusahaan teknologi dan perusahaan rintisan di Asia Tenggara.
Keberagaman gender dalam setiap sektor pekerjaan dapat memberikan angin segar bagi intelektualitas dan kreativitas tim.
Alasannya efektif karena perspektif yang dimiliki perempuan jauh berbeda dari cara pandang laki-laki.
Perpaduan antara keduanya dalam satu tim yang tegas dapat membawa perspektif baru yang mampu menciptakan lingkungan yang lebih rnovatif dan kreatif.
Menurut Rektor termuda di Indonesia ini, keberagaman dapat menggalakkan kreativitas dan membangun kesolidaritasan dalam tim.
Kendati begitu, seperti telah saya jelaskan sebelumnya, perempuan dalam lapangan pekerjaan yang dipimpin oleh pria masih dianggap biasa dan jarang dibawa terlibat.
Belum lagi ditambah dengan pikiran negatif yang sering menghalang-halangi perempuan untuk mengungkapkan pendapatnya.
Menanggapi hal itu, Risa menyatakan bahwa perempuan perlu mengubah cara pandang mereka terhadap diri sendiri untuk mengatasi rasa kurang percaya diri.
“Jika kamu adalah satu-satunya perempuan dalam ruangan, berarti kamu memiliki perspektif unik yang tidak dimiliki oleh orang lain,” kata Risa.
Daripada merasa rendah diri, Risa memotivasi wanita untuk lebih bersemangat dan optimis terhadap kemampuan mereka, “Justru kamu harus berada di sana karena perspektif yang kamu miliki adalah sesuatu yang mereka butuhkan.”
Hal ini adalah fokus yang ditekankan oleh Apple Developer Academy bagi alumni-nya.
Inovator muda dipelajari untuk bekerja sama dalam team yang inklusif agar mengembangkan aplikasi yang dapat memiliki dampak positif bagi masyarakat.
Tahun ini, tiga aplikasi yang mendapatkan perhatian adalah Chamelure, Escapp, dan MS-T.
Chamelure merupakan aplikasi yang dirancang khusus untuk anak-anak yang menjalani terapi ambliopia di home.
Escapp adalah aplikasi Escape Room dengan tema yang menawarkan pengalaman baru untuk menonton film horor lokal.
Monitoring and Safety Technology (MS-T) adalah aplikasi yang dapat meningkatkan manajemen keselamatan kerja pekerja di Indonesia melalui deteksi pelanggaran secara otomatis dengan menggunakan feed dari kamera CCTV yang disertai teknologi kecerdasan buatan.
Dari tiga aplikasi itu, Chamelure merupakan inovasi perempuan yang sangat kreatif.
Quinela Wensky sebagai Desainer Produk Chamelure mengatakan bahwa ide aplikasi ini berawal dari pengalamannya sendiri sebagai orang yang menderita ambliopia atau yang lebih umum dikenal sebagai mata malas, suatu kondisi yang khas olehnya adanya pengurangan visi pada satu mata karena pertumbuhan penglihatan yang tidak normal.
Interaktif yang dibuat untuk menyajikan kedua penglihatan secara efektif.
Aplikasi ini dilengkapi dengan kacamata 3D anaglif dengan lensa merah untuk mata kanan dan lensa jenis hijau untuk mata kiri yang akan disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi ambliopia pada anak.
Aplikasi ini menggunakan teknologi maju untuk mengatur elemen visual secara dinamis seperti warna, kontras, dan keterlihatan objek berdasarkan kondisi yang ada.
Dengan fais, terapi lewat aplikasi ini dapat mendorong setiap mata bekerja lebih keras dan meningkatkan keseimbangan, serta membuat anak-anak tetap terhibur.
“Dengan Chamelure, saya berharap kami dapat menawarkan solusi yang memberi orang tua alat yang dibutuhkan untuk membantu anak-anak mereka, sehingga terapi menjadi lebih mudah diakses dan efektif,” tandas Quinella.