banner 728x250

Inilah Nama Tokoh Perang Sisingamangaraja Sumatera Utara yang Legendaris

banner 120x600
banner 468x60


Dia adalah Sisingamangaraja XII, seorang tokoh Perang Sisingamangaraja di Sumatera Utara yang juga dikenal sebagai Perang Batak. Ia menerima penghormatan terakhir dari Tentara Belanda.

banner 325x300

Perang Sisingamangaraja atau Perang Batak adalah konflik rakyat di Sumatera Utara, khususnya rakyat Tapanuli, melawan kedaulatan Belanda pada tahun 1878 hingga 1907.

Orang tersebut mungkin bukanlah orang asing lagi, khususnya di Sumatera Utara. Ya, di sana terdapat Seorang Sisingamangaraja XII, yaitu tokoh dibalik legenda.

Latar belakang pergolakan ini adalah karena agama Batak kuno yang diyakini oleh masyarakat membahayakan oleh kehadiran agama Kristen yang bertambahnya. Sisingamangaraja XII sebagai raja Batak menolak upaya untuk menyebarluaskan agama Kristen yang dilakukan oleh misionaris Belanda di wilayah Batak pada saat itu.

Sisingamangaraja melakukan hal tersebut karena khawatir tradisi dan kepercayaan Batak akan terancam hilang oleh perkembangan agama Kristen.

Orang oleh misionaris Kristen yang memaksa anutan Kristen kepada penduduk Batak pada tahun 1877.

Sebagai tanggapan atas pengusiran oleh Sisingamangaraja itu, para misionaris mencari bantuan dari pemerintah Kolonial Belanda. Pada 6 Februari 1878 pasukan Belanda tiba di Pearaja (pedalaman Sumatra Utara) dan bergabung dengan misionaris Belanda.

Kedatangan tentara Belanda di kawasan Batak telah memicu kekesalan Sisingamangara sehingga dia mengumumkan perang pada tanggal 16 Februari 1878 dengan melakukan serangan ke pos-pos Belanda di Bahal Batu.

Tahun (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro, pasukan Sisingamangaraja bergabung dengan pejuang Aceh pada desember 1878 untuk melakukan pemberontakan terhadap Belanda.

Aliansi Sisingamangaraja dan Aceh bisa menduduki wilayah pedalaman Sumatera Utara, akan tetapi ketika mencapai wilayah kota, pasukan ini bisa dikalahkan oleh Belanda. Pertempuran Batak antara pasukan Sisingamangaraja dan Belanda berlangsung seimbang selama tahun 1880-an.

Serangan Sisingamanga Raja pada Agustus 1889 ternyata mampu menduduki wilayah Lobu Talu dan membunuh beberapa tentara Belanda. Namun pendudukan tersebut tidak berlangsung lama karena Belanda kembali mendatangkan bantuan dari Padang untuk merebut kembali wilayah Lobu Talu dari tangan Sisingamanga Raja.

Pertahanan Sisingamangaraja dalam Perang Batak mulai lemah semenjak wilayah Huta Paong diduduki oleh Belanda pada September 1889. Setelah pendudukan Huta Paong, Belanda terus mengejar Sisingamangaraja dan pasukannya hingga terjadi pertempuran di daerah Tamba.

Dalam pertempuran itu, pasukan Batak mengalami kekalahan dan mundur ke arah Horion. Belanda terus mengejar Sisingamangaraja dan pasukannya yang melarikan diri.

Bahkan, Belanda menyekop orang-orang dari Senegal untuk membantu menangkap. Pada tahun 1907, Belanda berhasil mengepung Sisingamangaraja XII di daerah Dairi, tetapi ia tidak mau menyerahkan diri.

Sisingamangaraja bersama pasukannya bertempur hingga menelan korban jiwa dan akhirnya meninggal dalam pertempuran pengepungan tersebut.


Siasat Sisingamangaraja XII dalam Perang Batak

Pada Perang Batak melawan Belanda, Sisingamangaraja XII menggunakan strategi perang gerilya. Ia menggunakan strategi ini selama hampir tiga dekade lamanya.

Meskipun pada akhirnya peperangan ini berhasil dipadamkan dan Sisingamangaraja gugur, strategi pertempuran gerilya yang dia hasilkan berhasil mengganggu kendali Belanda di wilayah tersebut dan menjadikannya pahlawan nasional.

Seperti yang disebutkan pada awal, puncak Perang Batak terjadi pada tahun 1878 ketika Raja Sisingamangaraja XII memimpin pasukan Batak dalam serangan besar-besaran terhadap pos-pos militer Belanda di Tarutung dan Sipoholon.

Ada beberapa strategi yang digunakan Sisingamangaraja XII selama Perang Batak dengan Belanda. Salah satu taktik utama yang digunakan adalah perang gerilya.

Dengan strategi ini, pasukan Sisingamangaraja XII menghindari pertempuran terbuka dan memanfaatkan medan hutan dan gunung yang sulit di wilayah Sumatera Utara. Pasukan Sisingamangaraja XII juga sering melancarkan serangan mendadak, memanfaatkan pengetahuan mendalam tentang medan, dan menghindari pasukan Belanda dengan cara ini.

Sisingamangaraja XII dan pasukannya juga mengandalkan senjata-senjata tradisional seperti tombak, busur, parang, dan sumpit yang seringkali dilumuri racun, sehingga menjadikan mereka sangat terampil dalam pertempuran jarak dekat.

Cara lainnya adalah dengan memanfaatkan dukungan dari suku-suku lain di Sumatera Utara, seperti Mandailing dan Aceh yang memberikan bantuan militer dan sumber daya. Dengan demikian, perlawanan masyarakat Tapanuli ini berlangsung cukup lama.

Tidak luput pula Sisingamangaraja XII berusaha mendapatkan bantuan dari luar, termasuk meminta dukungan dari wilayah Aceh untuk meningkatkan kemampuan perang mereka.

Meskipun strategi gerilya Perang Batak yang mengandalkan senjata tradisional dan gerilya menciptakan kesulitan bagi Belanda, penjajah juga mengembangkan taktik yang efektif untuk mengalahkan Raja Sisingamangaraja XII.

Pada bulan Agustus 1889, Sisingamangaraja melancarkan serangan yang akhirnya berhasil merebut wilayah Lobu Talu serta menyebabkan kematian beberapa prajurit Belanda. Namun, pendudukan wilayah ini tidak berlangsung lama, karena Belanda segera mengirimkan bantuan dari Padang.

Inilah penyebab Belanda berhasil merebut kembali wilayah Lobu Talu dari tangan Sisingamangaraja XII.

Perlawanan Sisingamangaraja dalam Perang Batak mulai melemah ketika Belanda berhasil merebut Huta Paung pada bulan September 1889. Setelah selama pendudukan, Belanda terus digencarkan mengejar Sisingamangaraja dan pasukannya.

Pada akhirnya, karena semakin terdesak, Sisingamangaraja meminta bantuan dari Aceh untuk memperkuat kekuatan pertempurannya. Dengan dukungan pasukan dari Aceh, Sisingamangaraja dan pasukannya melanjutkan perlawanannya di daerah Tapanuli dengan menyerang kota tua.

Tapi sedih, serangan itu tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan karena pasukan Belanda di bawah komando J. A. Visser, berhasil mengatasi perlawanan rakyat Tapanuli. Bahkan pada 1904, pasukan Belanda di bawah pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah melanjutkan gerakan ke Tapanuli Utara, sedangkan pasukan tambahan dikerahkan ke Medan.

Pada tahun 1907, pasukan Marsose yang dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, istri Sisingamangaraja, beserta kedua anaknya. Sementara itu, Sisingamangaraja XII dan orang-orangnya berhasil melarikan diri ke hutan Simsim.

Pihak Belanda yang merasa telah menang mulai mencari keberadaan Sisingamangaraja XII. Mereka ingin mengPressure Sisingamangaraja XII beserta pasukannya untuk menyerah.

Tapi Sisingamangaraja XII menolak tawaran untuk menyerah. Pada 17 Juni 1907, Sisingamangaraja XII ditemukan tewas bersama dengan putrinya Lopian dan dua putranya, Sutan Nagari dan Patuan Anggi.

Kematian Sisingamangaraja XII menandai akhir Perang Batak dan merupakan kemenangan bagi belanda yang dipimpin oleh Kapten Christoffel saat itu.


Sosok Sisingamangaraja XII

Pangeran Besar Ompu Pulo Batu kita kenal lebih dekat sebagai Sisingamangaradja XII. Dia adalah raja serta pendeta terakhir di masyarakat Batak di Sumatera Utara.

Sisingamangaraja XII lahir di Bakkara, Tapanuli, pada tahun 1849. Dia adalah penerus ayahnya, Sisingamangaradja XI, yang meninggal pada tahun 1876. Gelar Si Sisingamangaradja sendiri digunakan oleh dinasti keluarga Marga Sinambela, yang berarti “Raja Singa Agung”.

Sisimangaradja XII adalah tokoh terakhir yang menjadi Parmalim (pemimpin agama) dan dipandang sebagai raja dewa dan wakil Batara Guru, Dewa Siwa versi Jawa.

Sisingamangaradja sendiri diyakini memiliki kekuatan peculiar, seperti kemampuan mengusir roh jahat, mengeluarkan hujan, dan mengendalikan penanaman padi.

Awalnya, Sisingamangaradja XII tidak dianggap sebagai tokoh politik. Namun, ketika penjajah Belanda datang ke Sumatera Utara pada tahun 1850-an, dia serta Sisingamangaradja XI mulai fokus melakukan perlawanan.

Sisingamangaraja XII tewas sebagai Pahlawan Nasional dalam peperangan di Dairi bersama putrinya Lopian, serta kedua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi. Dia disergap oleh sekelompok anggota dari pasukan elit Belanda, Korps Marsose.

Sisingamangaraja XII menemui pertempuran melawan pasukan Korps Marsose sambil menggenggam senjata Piso Gaja Dompak. Kopral Souhoka, seorang perwira Belanda yang merupakan penembak telahasihat, mendorong peluru ke kepalanya Sisingamangaraja XII tepat di bagian bawah telinganya.

Dia dikebumikan Belanda secara militer di Silindung pada tanggal 22 Juni 1907. Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Balige, Soposurung, pada tanggal 14 Juni 1953 yang dibangun oleh pemerintah.

Menurut Surat Keppres No. 590, pada 19 November 1961, Sisingamangaradja XII dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain itu, nama Sisingamangaradja juga diabadikan sebagai nama jalan di seluruh kawasan Republik Indonesia.

Itu adalah Sisingamangaraja XII, nama tokoh Perang Sisingamangaraja di Sumatera Utara yang juga dikenal sebagai Perang Batak. Semoga berfaedah.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *