Dugaan penahanan ijazah yang dialami 12 mantan karyawan Sanel Tour and Travel di Pekanbaru, Riau, masih menjadi perhatian. Salah satu korban, Satria Danu, menyampaikan rasa sedihnya karena hingga saat ini ijazah mereka belum dikembalikan oleh perusahaan. Danu mengungkapkan, “Sampai saat ini ijazah kami yang 12 orang itu, belum ada satupun yang dikembalikan, Pak. Kami merasa sedih kenapa ijazah kami tak juga dikembalikan.”
Danu bersama belasan orang lainnya telah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan kembali ijazah mereka guna memudahkan dalam mencari pekerjaan. Mereka telah melapor ke DPRD Kota Pekanbaru, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau, serta Wamenaker Immanuel Ebenezer Gerungan yang turun ke perusahaan di Pekanbaru beberapa waktu lalu. “Kami juga sudah melaporkan (perusahaan Sanel) ke Polda Riau terkait (dugaan) penggelapan ijazah. Tolonglah kami, Pak, biar ijazah kami dikembalikan,” tambah Danu.
Para korban berharap pihak terkait terus membantu mereka dalam memperjuangkan hak atas ijazah mereka. Mereka kesulitan dalam mencari pekerjaan karena ijazah mereka ditahan oleh perusahaan. Danu menegaskan, “Ya, harapan kami kepada pihak-pihak terkait, seperti DPRD Pekanbaru, Pak Wamen (Immanuel Ebenezer Gerungan), dan Dinas Tenaga Kerja Riau, terus memperjuangkan hak kami. Soalnya kami kesulitan dapat kerja dampak ijazah ditahan. Kami meminta perusahaan kembalikan hak kami.”
Perusahaan Sanel Tour and Travel di Pekanbaru, Riau, diduga menahan ijazah 12 mantan karyawan, dan kasus ini telah dilaporkan ke Disnakertrans Riau. Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan juga sudah melakukan sidak ke perusahaan tersebut setelah kasus ini mencuat. Berdasarkan laporan pengaduan yang diterima DPRD Pekanbaru, total ada 44 orang korban yang mengaku ijazahnya ditahan.
Meskipun pemilik Sanel Tour and Travel, Santi, mengklaim bahwa 12 orang tersebut bukan mantan karyawan perusahaannya, melainkan mantan karyawan ekspedisi, dan bahwa ia tidak menahan ijazah mantan karyawannya, namun para korban terus memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan kembali ijazah mereka yang dianggap penting dalam mencari pekerjaan.