Membeli mobil bekas seringkali menjadi pilihan yang lebih ekonomis bagi banyak orang. Namun, satu di antara aspek yang menjadikan calon pelanggan ragu adalah askar harga yang dialami oleh mobil bekas.
Depresiasi harga mobil bekas merujuk pada penurunan nilai kendaraan seiring berlaluinya waktu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari usia mobil, jarak tempuh, kondisi fisik, hingga kekurangan permintaan.
Bryan Tan, Presiden Direktur Carro Indonesia, mengatakan, ada beberapa alasan mengapa konsumen memilih mobil bekas daripada mobil baru.
Selain harga yang tentunya lebih terjangkau, di antaranya adalah persentase penurunan nilai (depresiasi) mobil bekas lebih rendah, sehingga dapat dijual lagi dengan harga yang tidak terlalu berkurang.
“Risiko penurunan harga mobil bekas meningkat jauh lebih kecil karena depresiasi tersebut telah banyak terjadi pada tahun-tahun awal pembelian mobil baru,” kata Bryan, dalam keterangan resmi (13/1/2025).
Pasar mobil bekas biasanya menunjukkan depresiasi terbesar pada mobil dalam lima tahun pertama setelah pembelian. Setelah itu, laju depresiasi akan menurun, namun masih mengalami penurunan nilai yang signifikan.
“Mobil lazimnya mengalami penurunan harga sekitar 15 hingga 25 persen per tahun dalam lima tahun pertama setelah pembelian,” katanya.
Di samping faktur usia, angka jam terbang atau odometer adalah indikator penting dalam menentukan nilai mobil bekas.
Semakin jauh jarak yang telah ditempuh oleh sebuah kendaraan bermotor, semakin tinggi kemungkinan terjadinya penggunaan pada mesin, sistem transmisi, dan komponen lainnya.
Mobil dengan efisiensi bahan bakar tinggi cenderung memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan mobil dengan efisiensi bahan bakar rendah.
Kemudian, kondisi fisik dan mekanis mobil sangat mempengaruhi harga jual kembali. Mobil yang dirawat dengan baik, rutin melakukan perawatan, dan tidak mengalami kerusakan besar akan lebih diminati oleh pembeli dan cenderung mengalami depresiasi lebih dingin.