Gubernur Riau Abdul Wahid ingin pemerintahan di bawah komandonya menjadi clear dan transparan. Ia membuka ruang selebar-lebarnya terkait defisit anggaran Pemerintah Provinsi Riau tahun 2024 yang masih simpang-siur. Abdul Wahid mempersilakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau dan masyarakat luas untuk menelusuri penyebab serta total defisit yang berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025. Hal ini disampaikannya dalam rapat paripurna DPRD Riau dengan agenda penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Tahun Anggaran 2024, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Riau, pada Kamis (27/3/2025).
“Kita persilakan, tak ada persoalan. Kita terbuka. Sekarang kita ingin ada transparansi,” tegas Abdul Wahid. Ia menambahkan bahwa keterlibatan publik juga penting dalam proses evaluasi anggaran sehingga ia mempersilahkan masyarakat untuk mengawal dan membantu penelusuran terkait hal itu. “Tak hanya DPRD, kepada masyarakat juga kita persilakan (untuk ikut menelusuri),” ujarnya.
Ketua DPRD Riau, Kaderismanto, mengatakan pihaknya tengah melakukan proses penelusuran melalui komisi-komisi untuk mengidentifikasi penyebab defisit dan tunda bayar yang terjadi pada tahun 2024. “Komisi-komisi sudah kita arahkan untuk menelusuri. Setelah itu, akan dibahas kembali di Badan Anggaran (Banggar),” sebut Kaderismanto.
Gubernur Riau Abdul Wahid sebelumnya mengaku pusing tujuh keliling dan tidak bisa tidur setiap hari memikirkan defisit Rp3,5 triliun. Namun, Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto menyebutkan defisit hanya Rp132 miliar dan menyayangkan pemberitaan yang semakin menjadi bola liar. Pernyataan SF Hariyanto itu kemudian ditanggapi oleh Pj Sekdaprov Riau, Taufik OH, yang mempertegas bahwa pernyataan gubernurlah yang benar.
Taufik OH menyampaikan potensi defisit sebesar Rp3,5 triliun setelah menghitung ulang pendapatan tahun 2024 yang hanya terealisasi 85,38 persen. Ia menjelaskan, tunda bayar 2024 serta belanja pegawai yang belum teranggarkan menjadi penyebab tingginya defisit tahun 2025. “Rencana belanja tahun ini mencapai Rp11,7 triliun, sementara potensi pendapatan hanya sekitar Rp8,2 triliun. Selisihnya itulah yang memicu potensi defisit Rp3,5 triliun,” ujar Taufik.
Perbedaan pendapat antara jajaran tertinggi Pemerintah Provinsi Riau ini menjadi pembicaraan publik dan mendapat kritik dari berbagai pengamat. Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Dr Aidil Haris, menilai komunikasi pemerintahan Gubernur dan wakilnya perlu diperbaiki. Menurutnya, jika data soal defisit belum jelas dan disepakati, jangan terburu-buru memberi statement ke publik. “Komunikasi pemerintahannya perlu dievaluasi lagi, menurut saya begitu,” pungkas Aidil Haris.