Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendapatkan pujian dari aktivis Ade Armando, yang menyebutnya sebagai “Wapres terbaik sepanjang sejarah” (What). Publik tercengang dengan kecepatan pemberian gelar tersebut, mengingat Gibran belum menunjukkan langkah konkret selama menjabat (Why). Pujian tersebut disambut dengan kritik dan geleng-geleng kepala dari sebagian rakyat, yang merasa bahwa hal tersebut lebih merupakan komedi nasional daripada penghargaan yang nyata (Why).

Ade Armando, yang dikenal sebagai intelektual dan pengamat politik, dinilai telah terlalu dini dalam memberikan pujian tersebut kepada Gibran (Who). Pujian tersebut dianggap sebagai contoh dari seni menjilat yang terlalu dini dalam dunia politik (Why). Meskipun Gibran sendiri mungkin belum memiliki program kerja yang jelas, pujian tersebut telah membuatnya dianggap sebagai puncak sejarah (Why).

Ade Armando diibaratkan sebagai penyair politik zaman modern, dengan kata-katanya yang manis namun kadang tak berisi (Who). Publik mulai sadar bahwa pemberian pujian sebelum adanya tindakan yang nyata merupakan bentuk sirkus politik (Why). Kritik terhadap pujian tersebut juga mencuat dari para penonton yang hanya bisa geleng-geleng kepala (Why).

Publik mulai menyadari bahwa politik Indonesia telah berubah menjadi sirkus, dengan Ade Armando sebagai penjual tiket di depan pintu masuk (Why). Pujian yang diberikan terlalu cepat dan tanpa dasar kinerja nyata dianggap sebagai bentuk absurditas dalam politik (Why). Kritik terhadap pujian tersebut juga menggarisbawahi pentingnya logika dan kinerja dalam penilaian seorang pemimpin (Why).

Dalam konteks yang lebih luas, pujian yang diberikan pada Gibran diibaratkan sebagai memberikan gelar “Lulusan Terbaik Sepanjang Sejarah Fakultas Teknik” kepada seorang mahasiswa baru tanpa prestasi yang nyata (Why). Meskipun Gibran merupakan produk dari sistem demokrasi yang terbuka, keberadaannya dalam politik tetap mencuatkan bau nepotisme (Why). Publik mulai mempertanyakan substansi dari pujian tersebut, mengingat belum adanya kinerja nyata yang ditunjukkan oleh Gibran (Why).

Akhirnya, pujian yang diberikan terlalu cepat dan tanpa dasar kinerja nyata dianggap sebagai bentuk dari kehilangan akal sehat dalam dunia politik (Why). Kritik terhadap pujian tersebut menyoroti pentingnya evaluasi dan prestasi dalam menilai seorang pemimpin, bukan sekadar pujian kosong (Why).