Kecemasan mendalam melanda para orang tua di Kabupaten Kuantan Singingi, terutama warga tempatan yang menggantungkan hidup pada sektor agraria. Mereka khawatir akan masa depan anak cucu mereka seiring dengan kian sulit dan mahalnya ketersediaan lahan. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sejahtera Kuansing, Junaidi Affandi, beberapa waktu lalu.

Junaidi Affandi mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi saat ini, bahwa mendapatkan lahan semakin sulit dan harga jualnya pun melambung tinggi. Menurutnya, kondisi ini terjadi di tengah pertumbuhan populasi yang terus meningkat. Lebih lanjut, ia menyoroti ketidakmerataan akses terhadap lahan, di mana di kawasan permukiman warga tempatan, hanya pemilik modal besar yang mampu membeli lahan.

Masyarakat dengan kondisi ekonomi pas-pasan bahkan harus menyaksikan lahan yang mereka miliki satu per satu terjual. Junaidi mendorong generasi muda Kuansing, terutama yang tidak lagi memiliki lahan di kampung halaman, untuk meneladani tradisi “meneratak” atau mencari lahan baru untuk bercocok tanam dan membangun permukiman. Ia mengingatkan bahwa para leluhur dahulu sering melakukan hal ini, yang berdampak pada bertambahnya lahan dan berkembangnya perkampungan.

Junaidi juga mengajak generasi muda untuk mencontoh semangat pendatang dari berbagai daerah yang berani datang jauh-jauh ke Kuansing untuk membuka lahan, termasuk di kawasan hutan lindung. Menyikapi kondisi ini, Junaidi menyarankan para pejabat, anggota DPRD, tokoh adat, ninik mamak, dan cerdik pandai untuk meninjau langsung atau melihat melalui aplikasi peta digital dan citra satelit perkembangan yang terjadi di hutan dan wilayah perbatasan Kuansing dengan daerah lain.

Junaidi memprediksi bahwa lahan yang masih dimiliki warga tempatan akan terus menyusut karena keberhasilan para pendatang dalam berkebun. Ia mengingatkan bahwa hilangnya kesempatan untuk mendapatkan lahan akan menjadi kenyataan jika kondisi ini terus berlanjut. Sebagai solusi, Junaidi menyarankan untuk mengajak saudara-saudara warga tempatan dari desa lain yang miskin dan tidak memiliki lahan untuk berkebun dan bertani.