Gempa bumi terjadi pada Senin, 13 Januari 2025 pukul 21.19 WIB dengan kekuatan magnitudo 6,9 SR di lepas perairan Hyuga-nada di wilayah Kyushu.
NHK TV, pernah ada gelombang tsunami tinggi sekitar 1 meter (3,2 kaki) yang menerpa daratan dalam waktu 30 menit setelah gempa bumi.
Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan tsunami untuk daerah davataka Prefektur Miyazaki di Pulau Kyushu serta di wilayah dekatnya di Prefektur Kochi di Shikoku. Penduduk di beberapa daerah pantai diminta melarikan diri dari rumah mereka sebagai langkah pencegahan, sedangkan beberapa kereta disingkatkan layanan.
Kenapa Jepang Sering Alami Gempa Bumi?
Jepang terletak di kawasan yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), yaitu zona dengan aktifitas seismik dan vulkanik yang sangat tinggi. Jepang berada di pertemuan empat lempeng tektonik besar, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Amerika Utara, Lempeng Eurasia dan Lempeng Filipina. Gerakan dan interaksi antar lempeng ini menyebabkan tekanan besar yang akhirnya dilepaskan dalam bentuk gempa bumi.
Selain itu, menurut laman u-tokyo.ac.jp, Jepang juga memiliki banyak sesar aktif yang meningkatkan risiko terjadinya gempa lokal. Menurut Japan Meteorological Agency (JMA), lebih dari 1.500 gempa tercatat di Jepang setiap tahunnya, dari skala kecil hingga besar.
Gerakan lempeng yang nampaknya bertabrakan satu sama lain ini menyebabkan aktivitas seismik yang terjadi tidak hanya di pinggir laut, tetapi juga dapat menyebar ke wilayah daratan.
Salah satu faktor yang memperburuk dampak gempa di Jepang adalah fenomena subduksi, di mana Lempeng Pasifik menyusup ke bawah Lempeng Eurasia dan Lempeng Filipina. Proses ini menghasilkan penumpukan energi yang besar, yang kemudian dapat menghasilkan gempa bumi besar dengan kekuatan menghancurkan, seperti yang terjadi pada Gempa Tohoku 2011.
Jepang juga memiliki banyak sesar aktif yang memperbesar potensi terjadinya gempa lokal, terutama di daerah-daerah yang rawan seperti wilayah selatan Jepang dan daerah di sekitar Tokyo. Dengan adanya keberadaan sesar-sesar aktif ini, tekanan seismik yang terakumulasi terus menerus bisa memicu terjadinya gempa dengan kekuatan yang cukup signifikan meskipun tidak terjadi di zona patahan.
Frekuensi besar gempa bumi di Jepang menyebabkan pemerintah melakukan banyak upaya mitigasi, termasuk teknologi bangunan tahan gempa, sistem peringatan dini, dan pendidikan masyarakat mengenai keselamatan selama gempa. Bangunan di Jepang dirancang untuk dapat menahan getaran gempa dengan menggunakan teknologi sistem isolasi seismik, yang dapat menyerap getaran.
Meskipun demikian, gempa tetap menjadi ancaman yang tidak bisa dihindari sepenuhnya. Jepang terus berupaya meningkatkan kemampuan penelitian untuk memahami lebih baik fenomena seismik yang sering mengguncang tanahnya.