Apa yang terlintas jika mendengar kata “minimalis”? Tentu yang terlintas adalah meminimalisir dan mengurangi kegiatan dalam gaya hidup, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Gaya hidup “minimalis” ini lalu populer di kalangan mahasiswa Gen Z. Gen Z dikenal sebagai generasi yang mencintai kebebasan, akrab dengan digital, dan mahasiswa ini menjadi target yang populer drag oleh gaya hidup minimalis tersebut lewat media sosial. Media sosial berperan besar, yaitu sebagai platform utama dalam memopulerkan trend gaya hidup minimalis. Saat ini media sosial yang makin sedang hangat adalah Tiktok. Mereka melihat “minimalis” lewat kamar kos yang rapih, lemari baju sederhana dan gaya hidup yang hemat hips danatahati sebagai gaya hidup minimalis oleh mereka. Namun, muncul pertanyaan, sebenarnya apakah tren gaya hidup masuk minimalis itu mencerminkan gaya hidup mahasiswa Gen Z atau mahasiswa ini hanya mengikuti tren karena FOMO?
Generasi Z tumbuh dalam lingkungan penuh ketidakpastian dan tekanan sosial yang intens. Oleh karena itu, media sosial memainkan peran penting dalam membentuk gaya hidup mereka. Konsumsi yang berlebihan menjadi kebiasaan mereka. Gaya hidup minimalis hadir sebagai alternatif hidup sederhana untuk mencapai kebahagiaan. Banyak selebgram (influencer) mempromosikan gaya hidup minimalis dengan menampilkan gaya hidup hemat, penggunaan tas belanja ramah lingkungan saat berbelanja, dan penggunaan lemari Spears atau penggunaan beberapa pakaian yang identik (berwarna netral dan sederhana) yang kemudian dapat dicampur-campur. Hal ini tentu akan mengurangi pembelian pakaian yang hanya mengikuti tren waktu yang singkat. Tentu saja, pesan ini menarik bagi beberapa mahasiswa yang sering merasa tertekan oleh tuntutan baik dalan lingkungan akademik maupun sosial.
Tetapi beberapa orang lainnya hanya mengikuti gaya hidup ini secara dangkal. Mereka membeli barang-barang yang terlihat murah memang, tetapi sebenarnya sangat mahal, seperti furnitur yang hanya menarik secara estetik, gadget canggih, dan barang-barang hiasan lucu yang sering kali dibeli hanya untuk tampilan, tidak memikirkan fungsi atau kebutuhan. Jadi, sebenarnya itu bertentangan dengan prinsip gaya hidup minimalis. Ada juga siswa yang mengikuti gaya hidup ini hanya karena ingin tampil berkelas di media sosial. Mereka hanya untuk mendapatkan pengakuan di media sosial dengan memposting dan mengunggah gaya hidup yang sederhana. Padahal gaya hidup sebenarnya tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di satu sisi, gaya hidup ini bukan karena pilihan, melainkan karena kebutuhan, terutama untuk mereka yang memiliki keterbatasan finansial. Faktor ekonomi menjadiori tentu. Mahasiswa menghadapi banyak masalah keuangan seperti biaya hidup, pendidikan, dan sewa rumah yang mahal. Pada kasus ini, lebih sering ditemukan oleh mahasiswa yang menjadi migran. Biaya biaya kuliah, sewa rumah, dan kebutuhan sehari-hari membuat mereka terpaksa mengurangi pengeluaran dan fokus hanya kepada kebutuhan-kebutuhan penting dan diperlukan. Sehingga, gaya hidup minimalis dan hidup sederhana merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi solusi praktis dalam mengatur keuangan mereka dengan lebih baik. Namun, terdapat juga mahasiswa yang kesadaran memilih gaya hidup ini karena pernah merasa memiliki barang yang lebih sedikit dapat membantu membuat mereka fokus pada hal-hal yang lebih bermakna, seperti pengalaman, pendidikan dan juga pengembangan diri.
Berbagai alasan mendorong mahasiswa Gen Z untuk menerapkan gaya hidup minimalis. Ada beberapa yang sepenuhnya memahami makna dari minimalis dan menjadikannya pedoman dalam hidup, memberikan prioritas kualitas hidup dan memilih barang yang relevan. Namun, ada juga yang mengikuti trennya tanpa memahami makna sebenarnya dari gaya hidup tersebut.
Meskipun begitu, gaya hidup minimalis pada kalangan Gen Z tampaknya adalah kombinasi antara kebutuhan hidup sungguhan dan tren yang tengah digemari di media sosial. Bagi sebagian mahasiswa, gaya hidup ini adalah kebutuhan yang muncul dari kekurangan ekonomi. Namun, bagi beberapa mahasiswa lainnya, hal ini adalah pilihan mereka secara sadar untuk menemukan hidup yang lebih bermakna dan terstruktur. Terutama tergantung pada individu kita masing-masing dalam menerapkan prinsip-prinsip kehidupan.
Agar gaya hidup minimalisme tidak hanya menjadi tren sementara dan mudah tenggelam, kita sebagai mahasiswa perlu memahami maknanya, yaitu hidup dengan menggunakan benda-benda yang esensial saja dan sesuai dengan kebutuhan kita tanpa hanya membutuhkan keindahan estetika barangnya. Dengan cara ini, maka penerapan sifat minimalis ini tidak hanya sebagai gaya hidup, namun juga cara kita menghadapi tantangan dalam dunia modern secara bijak.