Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengungkapkan bahwa sistem penyelenggaraan haji di Indonesia hanya mengakomodasi dua jalur, yaitu haji reguler dan haji khusus. Menurut Fikri, tidak ada opsi ketiga yang membuat skema haji dengan visa di luar jalur resmi belum memiliki landasan hukum yang kuat di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Fikri dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat, 30 Mei 2025.
Fikri menjelaskan bahwa satu-satunya jalan bagi Kementerian Agama atau pihak keimigrasian Indonesia untuk membela jemaah haji furoda adalah melalui jalur diplomasi dengan pihak Kerajaan Arab Saudi yang memiliki kewenangan penerbitan visa. Upaya ini dianggap krusial mengingat kewenangan penuh penerbitan visa berada di tangan pemerintah Saudi.
Komisi VIII DPR RI, yang dipimpin oleh Fikri, tengah membahas untuk membuka opsi haji dan umrah mandiri agar dilindungi oleh Undang-Undang. Langkah ini dianggap penting mengingat fakta bahwa Kerajaan Arab Saudi telah membuka pintu bagi mereka yang ingin melaksanakan umrah secara mandiri.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bahwa wewenang mengeluarkan visa haji furoda sepenuhnya ada pada Pemerintah Arab Saudi. Meskipun penerbitan visa haji furoda tahun ini sulit keluar, Kemenag terus membangun komunikasi dengan otoritas Arab Saudi agar visa tersebut bisa terbit.
Karena kesulitan penerbitan visa haji furoda tahun ini, PIHK menyarankan kepada jemaah untuk beralih mendaftar haji khusus. Visa haji furoda bersifat non-kuota, sehingga tidak ada jumlah pasti kuota yang diberikan setiap tahunnya. Keberangkatan jemaah juga baru dapat dipastikan setelah visa dan tiket pesawat terbit.
Dalam konteks ini, Fikri mendorong revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk melindungi jemaah haji furoda. Saat ini, Kemenag terus berupaya agar visa haji furoda bisa terbit, meskipun masih ada jemaah yang menunggu keberangkatan karena visanya belum terbit.