Banten. Sekretaris Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Laut, Kusdiantoro menyebut aksi tersebut menandakan upaya untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar.
di Kantor Departemen Perdagangan, Jakarta, Selasa (7/1).
Diskusi permasalahan pengelolaan laut di Tangerang melibatkan berbagai pihak mulai dari jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantor Tanah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat, serta pihak-pihak terkait lainnya.
Berikut fakta-fakta mengenai kasus pembalanan di pesisir Tangerang:
Baca juga:
- Lantas, di mana saja warga Indonesia yang menjadi sasaran perniagaan asing caplok pulau Indonesia?
- Prabowo Mau Bangun Pembatas Pantai Dari Banten Sampai Gresik, Akan Lihat Waktunya 20 Tahun
- Kड़Mt sdg Opr RE IWH Tetapkan tokoh baru menjadi Tersangka sosp Y poner ST dip TPA R awa Kucing
1. Struktur pagar terbuat dari bahan bambu
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan bahwa hasil investigasinya menunjukkan perambuan yang terdiri dari Desa Muncung sampai Desa Pakuhaji di daerah perairan Kabupaten Tangerang. Panjang perambuan ini mencapai 30,16 km.
Struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian ratarata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet serta bongkah diisi pasir. “Setelah itu di dalam area pagar laut, sudah diavnakan pembuatan kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya.
2. Jarak Pager Meliputi 16 Kecamatan
Luasnya 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
3. Taman Berada di Kawasan Pemanfaatan Umum
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu terletak di kawasan penggunaan bersama berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2023 yang mencakup zona pelabuhan laut, zona penangkapan ikan, zona pariwisata, zona pelabuhan ikan, zona pengelolaan energi, zona budidaya perikanan, serta mengurapi daerah rencana bendung darat yang diinisiasi oleh Bappenas.
“Pada area ini, ada 6 kecamatan dengan 16 desa, di mana sekelompok nelayan dan masyarakat pesisir beraktivitas sebagai nelayan. Jumlah nelayannya mencapai 3.888, kemudian ada 502 pembudidaya,” kata Eli.
4. Ditemukan Pagar di Dasar Laut Tangerang Sejak Agustus 2024
Pada tanggal 14 Agustus 2024, Eli menerima informasi tentang pemagaran di Laut Tangerang. Dia segera mengambil tindakan dengan beromalye ke lapangan pada tanggal 19 Agustus 2024. Ditemukannya bahwa aktivitas pemagaran laut sedang berlangsung sepanjang sekitar 7 km.
“Setelah itu, tanggal 4-5 September 2024, kami bersama Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi,” lanjutnya.
Pada 5 September 2024, pihak tersebut membagi dua tim. Tim pertama langsung turun ke lokasi, sedangkan tim kedua berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di wilayah tersebut.
Setelah itu, pada 18 September 2024, pihaknya melakukan patroli lagi dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Pada saat itu, DKP Banten meminta berhentinya aktivitas penangkaran.
“Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama – sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, dan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama menyelesaikan investigasi di sana, dan panjang laut yang diperiksa telah mencapai 13,12 km. Saat ini telah selesai 30 km,” ujar Eli.
5. Pengelolaan Energi di Laut Tangerang Tidak Mempunyai Izin
Pemerintah Banten menyebutkan tidak ada rekomendasi atau izin dari kepala desa maupun dari desa terkait pembatasan laut di wilayah tersebut. Eli mengatakan akan terus melibatkan pihak-pihak terkait untuk menangani masalah tersebut.
Di tempat yang sama, Himpunan Agensi Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii menegaskan bahwa jika ada penggunaan ruang laut lebih dari 30 hari maka harus membutuhkan beberapa izin, seperti izin Kelayakan Kegiatan Penggunaan Ruang Laut (KKPRL).
“Kegiatan di laut yang berlangsung lebih dari 30 hari, harus ada pelayanan darurat dari KKPRL (Kantor Konservasi dan Pengembangan Kehutanan dan Perikanan Ranah Laut),” ujar Rasman.
6. Ikan Pancing Ang Mengalami Penurunan Angka
Saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda karena video yang digunakan tidak berhasil saya temukan.