Dalam kehidupan seseorang, tentu ada tahapan-tahapan yang harus dilewati oleh orang tersebut sehingga menjadi individu yang utuh. Salah satu tahapannya adalah pengembangan diri. Pengembangan diri merupakan sebuah proses pembentukan bakat, potensi, perilaku, dan kepribadian yang dimiliki oleh individu. Biasanya pengembangan diri ini terjadi pada fase anak-anak hingga remaja. Bentuk kegiatan apa pun yang dilakukan dalam proses pengembangan diri ini akan tampak hasilnya pada waktu yang akan datang.
Pada masa proses pertumbuhan diri, seseorang akan berusaha mengenal diri sendiri untuk mengetahui apa yang harus dikembangkan ke depannya. Individu akan mengenali aspek positif dan negatif pada diri mereka sendiri dan memperbaiki aspek negatif. Dalam proses kemampuan pengenalan diri, Rogers bertujuan bahwa setiap individu mampu mengubah pikiran dan perilaku dari yang tidak diinginkan ke arah yang diinginkan dengan sadar dan rasional. Kesalahan-kesalahan yang terjadi selama proses pengembangan diri masuk dalam hal yang sama sekali wajar, namun hal tersebut menjadi proses tertua seseorang dikembangkan menjadi individu baik dari hari ke hari.
Carl Rogers adalah seorang psikolog Amerika. Ia menjadi salah satu sosok penting dalam psikologi humanistik. Dalam teori beliau, ia mengangkat topik-topik yang berkaitan dengan pengembangan diri sendiri. Ia juga mengembangkan sebuah bentuk terapi yang bernama person-centered therapy. Terapi ini memfokuskan prosesnya kepada klien agar nantinya klien tersebut bisa menjadi individu yang berfungsi secara utuh (person yang bekerja seutuhnya). Rogers memahami bahwa ‘diri’ adalah hal yang amat penting dan efektif dalam proses manusia untuk tumbuh dan berkembang. Bagi Rogers, ‘diri’ terdiri dari semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang memberi identitas yang mencakup kepustakaan tentang ‘apakah saya’ (kesadaran akan keberadaan) dan ‘apakah yang dapat saya lakukan’ (kesadaran tentang fungsi). ‘Diri’ akan mempengaruhi persepsi individu tentang dunia dan perilakunya. Seorang individu dengan konsep diri yang kuat dan positif tentu saja akan memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia dari individu yang memiliki konsep diri yang lemah dan negatif.
“Diri” telah muncul sejak masa balita dan terus berkembang seiring bertambahnya usia. Struktur “diri” pada asasnya terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan sekitar individu, utamanya lingkungan sosial yang terdiri dari orang tua, anggota keluarga, maupun teman bermain. Bersamaan dengan pertumbuhan anak, akan terbentuk sebuah kesadaran diri dan kemampuan diri untuk membedakan dirinya dengan orang lain yang disebut sebagai “image diri”, yaitu suatu cara di mana seorang anak melihat dirinya sendiri dan berkembang melalui identifikasi komponen kognisi, afeksi, dan perilaku orang-orang yang dekat dengan dirinya. Dengan berkembangnya image diri selanjutnya akan terbentuk konsep diri di mana akhirnya anak tersebut memiliki konsep diri yang semakin matang dan kompleks.
Dalam pembentukan citra diri dan konsep diri, tentu saja orang-orang yang bersinggungan dengan anak memiliki tanggung jawab yang besar. Sebagai seorang anak, mereka cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, baik itu merupakan hal yang positif maupun negatif. Hal ini terjadi karena mereka masih belum memahami mana yang benar dan mana yang salah. Orang tua, keluarga, dan orang-orang lainnya yang terlibat dalam interaksi sosial dengan anak harus bisa memberikan contoh perilaku yang baik dan mengedukasikan anak tersebut mengenai perilaku-perilaku apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Terdapat tiga hal penting yang dibutuhkan oleh individu dalam pembangunan diri, yaitu:
1. Kebutuhan akan pengakuan positif
Dalam proses pertumbuhan diri, individu, terutama anak akan membutuhkan banyak hormat dalam apa yang telah ia lakukan. Menurut Rogers, setiap manusia secara dasarnya memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan sikap-sikap positif seperti kehangatan, pengakuan, penghargaan, cinta, dan penerimaan dari orang-orang terdekat dalam kehidupannya. Pengakuan positif ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
Penghargaan dengan syarat (penghargaan yang bergantung pada syarat tertentu)
Kondisi ini adalah saat anak memahami tahu bahwa ia hanya mendapat pujian jika ia melakukan sesuai dengan harapan orang lain. Kondisi seperti ini akan menghalangi perkembangan seorang anak untuk menjadi manusia yang sempurna. Ini karena anak lebih berusaha untuk mencapai standar orang lain daripada mencari jati dirinya sendiri.
b. Penghargaan tidak terbanding atau penghargaan tidak bersyarat (unconditional positive regards)
Di samping kondisi perhargaan bersyarat, tidak berarti tidak mungkin bagi individu untuk memberi dan menerima penghargaan positif tak bersyarat. Individu masih memiliki kemungkinan untuk bisa memberi dan menerima penghargaan positif tak bersyarat dalam proses pengembangan dirinya. Kondisi ini berarti individu dapat diterima, dihargai, dan dicintai apa adanya tanpa ada syarat, alasan, catatan, atau pengecualian apa pun. Dalam hal ini, Rogers menekankan pentingnya penghargaan positif tak bersyarat sebagai pendekatan ideal dalam mengasuh anak. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan atmosfer di mana anak merasa dihargai dan dicintai semata-mata karena ia adalah manusia yang memiliki nilai. Jika seorang anak menerima cinta tanpa syarat, ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya dan dapat mengembangkan potensi untuk menjadi orang yang berfungsi sepenuhnya.
2. Self-consistency dan self-congruence
Kolom kiri menunjukkan keseimbangan positif, yaitu kondisi di mana individu mengikuti proses internal (aktualisasi, penghargaan positif, dan pengembangan diri), biasanya mencapai kesesuaian dengan “diri sebenarnya”. Sementara itu, kolom kanan menunjukkan pengaruh negatif, di mana masyarakat menetapkan nilai dari lingkungan dan individu terlalu bergantung pada penghargaan bersyarat. Bila demikian, individu akan menciptakan “diri ideal” yang berbeda dengan “diri sebenarnya”, sehingga mereka tidak bisa menunjukkan diri yang sesungguhnya karena tuntutan dari masyarakat. Ketidaksesuaian ini akan menghasilkan ketegangan psikologis yang berpotensi berkembang menjadi neurosis.
3. Self-actualization
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat atau potensi-potensi psikologis yang unik. Proses aktualisasi diri dapat dipengaruhi oleh pengalaman dan pembelajaran selama masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berkembang seiring waktu. Seperti yang disebut oleh Rogers, motivasi sehat seseorang adalah keaktualan diri. Rogers melihat bahwa masa lalu dapat mempengaruhi bagaimana seseorang melihat masa sekarang, dan yang terakhir akan berpengaruh terhadap kepribadiannya. Namun, ia fokus pada apa yang terjadi sekarang, bukanlah apa yang telah terjadi.
Menurut Rogers, perkembangan manusia adalah proses yang terus-menerus dan bukan keadaan yang static. Menurutnya, hidup yang ideal adalah saat seseorang memiliki tujuan untuk merealisasikan potensi dirinya secara menyeluruh terus-menerus. Beberapa ciri utama orang yang sehat mental adalah: meningkatnya fleksibilitas terhadap pengalaman, peningkatan pengetahuan tentang arti hidup, peningkatan rasa percaya pada individu lain, kebebasan mengekspresikan diri, kreativitas, kontribusi yang konstruktif serta kehidupan yang berwarna dan bermacam-macam. Oleh karena itu, dalam pengembangan diri individu, orang-orang terdekat memiliki peran yang sangat penting karena masa depan seseorang adalah hasil dari apa yang telah diterima pada masa lalu.