Menunjukkan adanya mafia peradilan yang sistemik. Ia bahkan menyebutkan bahwa hampir semua sub sistem peradilan tidak steril.
“Coba lihat saja sistem bagian tunjangan uang retoris dari Ketua Pengadilan, para hakim dan beberapa Panitera mendapatkan bagian itu,” kata Fickar dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 16 Januari 2025.
Dia setuju bahwa sindikalisme lama tentang ‘beli kebijaksanaan dengan uang, sudah masalah’ adalah kenyataan yang nyata sehingga harus menjadi perhatian bagi para pendiri atau pimpinan Mahkamah Agung atau MA. Bahkan, akademisi Universitas Trisaksi ini menyebutkan bahwa sistem pengawasan oleh Badan Pengawas atau Bawas maupun Komisi Yudisial pada saat ini dalam kondisi ‘mandul’.
Dalam perkara Gregorius Ronald Tannur, Fickar yang juga aktif di Majelis Wali Amanat Universitas Trisakti menduga bahwa sejak awal uang yang berasal dari tersangka Zarof sebesar Rp 1 triliun lebih, adalah titipan para hakim yang belum pensiun. Uang itu kemudian diambil sebagai upaya menghindari dicatatkan melalui sistem LHKPN.
Dengan terungkapnya kebenaran yang didalami Zarof, terbongkarlah identitas mafia peradilan yang melibatkan banyak orang, bahkan kepala otoritas penegak hukum untuk menyembunyikan uang. “Maka upaya pembersihan peradilan dapat dilakukan,” ujarnya. Dia mengatakan agar kebersihan diadakan dengan membersihkan unsur-unsur internal di Majelis Agung dengan menerapkan disiplin yang tegas. Jika ada keterlibatan dari sudah atau intoleran internal dengan sebutan “mafia”, maka mereka segera dipecat.
Lalu, anggota Bawas harus dipilih dari hakim yang berintegritas. bila perlu sebagian besar dipilih dari masyarakat yang berkualifikasi memeriksa hakim. Demikian juga Komisi Yudisial jangan hanya menunggu pelaporan. “Sekarang sudah tidak jaman program KY hanya pelatihan-pelatihan saja,” ujarnya.
Politik nominasi hakim seharusnya sangat hati-hati, jangan melakukan penerimaan yang tidak selektif seperti rencananya, terutama dalam hal mencari hakim yang baru. Menurutnya, pria yang sibuk mencari pekerjaan pasti akan selalu mencari kesempatan tambahan sambil menggunakan jabatan baru tersebut. Tidak peduli berapa besarnya gajinya, korupsi masih akan ada ingatannya.
Diduga menerima duit dengan mata uang SingISBNing untuk menunjuk hakim penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur.
Pertama 20.000 dolar Singapura melalui tersangka hakim Erintuah Damanik, dan yang langsung diberikan oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat senilai 43.000 dolar Singapura.