Mantan karyawan Rainbow, Sumiati, diharuskan membayar denda oleh perusahaan setelah ia berhenti dari kontrak kerja di toko mainan anak-anak yang berlokasi di Mal Ciputra Seraya Pekanbaru. Saat Sumiati menghubungi HRD perusahaan, ia diminta untuk membayar denda agar bisa mengambil kembali ijazahnya yang ditahan.
“Kata HRD nya, untuk pengambilan ijazah tidak ada biaya pak. Tapi mereka minta bayar pinalti,” ujar Sumiati, saat menceritakan pengalamannya kepada RiauBISA.com, Jumat (30/5/2025). Sumiati mulai bekerja di toko Rainbow sejak tahun 2017 setelah menandatangani kontrak yang menyatakan bahwa ia harus bekerja selama 1 tahun.
Dalam surat kesepakatan kerja, Sumiati diberitahu bahwa jika ia keluar sebelum kontrak selesai, ia akan dikenakan denda. Setelah beberapa waktu bekerja sebagai asisten kepala toko, Sumiati memutuskan untuk mengundurkan diri karena merasa tidak sanggup dengan pekerjaan yang begitu berat.
Sumiati kemudian berusaha untuk mengambil kembali ijazahnya agar bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan dari pihak perusahaan terkait proses pengembalian ijazahnya. HRD perusahaan, Novlyn, yang menahan ijazah Sumiati, belum memberikan jawaban terkait hal ini.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, baru saja menerbitkan surat edaran yang melarang penahanan ijazah oleh perusahaan di Indonesia. Aturan ini diterbitkan menyusul banyaknya praktik ilegal penahanan ijazah yang terjadi dalam waktu yang lama di Indonesia.
Dalam surat edaran tersebut, perusahaan dilarang untuk mensyaratkan atau menahan ijazah dan dokumen pribadi milik pekerja sebagai jaminan bekerja. Dokumen pribadi yang dimaksud meliputi sertifikat kompetensi, akta kelahiran, paspor, buku nikah, dan BPKB.
Selain itu, perusahaan juga dilarang untuk menghalangi pekerja untuk mencari pekerjaan lain yang lebih layak. Hingga saat ini, Sumiati masih berjuang untuk mendapatkan kembali ijazahnya tanpa harus membayar denda yang diminta oleh perusahaan.