Video murid belajar di atas lantai meraih udara setelah perintah tidak membayar SPPnya jadi viral.
Yani, kakak dari Kamelia dan murid dari M, membuka suara, memohon maaf, dan menangis atas insiden yang membekap perhatian nasional.
“Saya tidak pernah merasa salah dan tentu saja sangat berada di atas juga. Tak perlu milih-milih, lekas tolak lekas terima, sekolah ini sangat membantu belajar,” ucapnya dari video yang dibagikan pihak sekolah pada Tribun Medan, Senin (13/1/2025).
Saya melihat/browse-lihat anaknya duduk di kelas, ada pengawasan CCTV. Pagi-pagi, kakek/neneknya panggil/menggil, dipanggil duduk di bawah. Langsung juga dia berbicara/kata-kata. Hentikan penggunaan TikTok, Facebook ya. Kesalahannya bukan dari guru, tapi memang adikku yang tidak tahu diri sendiri. Aku minta maaf ini atas nama keluarga, aku malu ini dengan keluarga. Tolong maaf saya dan keluarga saya,” kata Yanu sambil menangis ketika ditonton oleh puluhan orang tua murid lainnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, tidak sedikit yang menghujat pihak sekolah dan guru. Bahkan Kamelia telah menerima bantuan dana dan dukungan dari pejabat hingga pendukung jejaring sosial.
Dinas Pendidikan berSZaudara audiensi terbaru dengan pihak yayasan dan wali murid. Terminya, Kamelia tidak berani atau tidak bisa hadir untuk mengikuti audiensi tersebut
Bulan depan, puluhan perwakilan wali murid menyatakan bahwa Yayasan Sekolah Abdi Sukma menerima bantuan dana selama enam bulan dari Acara Bos. Serta, akademisi Sofyan Tan memberikan donasi 235-450.
“Saya berharap semua anak saya dapat melanjutkan ke SMA,” ujar wali murid. “Mulai kelas 1 hingga 9 semua dapat bantuan, Pak. Itu berarti SPP setahun sudah terbayar karena ada bantuan lagi,” ungkap wali murid lain.
Soal hukuman ke sekolah, orang tua murid lain juga harus mendapat jika anaknya tidak menyelesaikan PR. Namun jika tidak membayar SPP tidak sesuai.
“Video itu tidak sesuai, berlawanan harapan, tidak sesuai kenyataan. Kenyataannya bukan seperti itu, (dihukum belajar di lantai karena tidak membayar SPP),” kata wali murid setelah mendengar audiensi.
Wali murid, bersama sekolah ini membantu kami mendapatkan kesan selama enam bulan, серик saya perlu membayar, enam bulan gratis. Jangan biarkan perkara kecil menyebabkan seseorang dikhianati, sedangkan yang lain diuntungkan. Kalau tidak ada sekolah dan guru, bagaimana mau murid-murid sini bisa menyelesaikan hidupnya. Kalau guru yang mendidik murid yang salah dihukum itu wajar, mereka juga adalah manusia. Jangan biarkan hanya karena reputasi sekolah hancur, padahal sekolah ini telah melakukan banyak hal membantu.
Bambang, perwakilan Dinas Pendidikan Medan, mengatakan telah ada audiensi, dan bahwa hal ini menjadi viral sebagai kesalahan. Dan kejadian sebenarnya tidak seperti yang viral anak murid dihukum duduk di lantai karena tidak melunasi tunggakan SPP.
“Yayasan dan Dinas Pendidikan untuk saat ini menyimak bahwa kekhilafan ini sebenarnya belum terjadi. Ini menjadi pelajaran dan catatan kita semua. Baik guru, kepala sekolah, yayasan, serta pihak wali murid yang belum datang,” kata Bambang.
Sebelumnya, seorang murid sederajat laki-laki di Sekolah Dasar Swasta Abdi Sukma di Kota Medan yang berinisial M S (10) menjadi viral karena harus duduk di lantai selama 3 hari saat proses belajar mengajar.
Anak kelas 4 tersebut dihukum oleh guru wali kelasnya, yaitu Ibu Hariyati, karena belum membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan, yaitu Oktober, November, dan Desember 2024. Total nilai SPP-nya adalah Rp 180 ribu.
Kamelia, ibu korban, menceritakan anaknya dimarahin dari hari pertama sekolah, Selasa, 6 Januari 2025. Tapi, ia baru menyadari hal itu Senin, 8 Januari 2025, ketika anaknya tidak mau pergi ke sekolah.
Kamelia, yang merupakan IRT (Individu Rental di Rumah Tidak Layak Hunian) itu sebelumnya mengaku memang hendak ke sekolah untuk membayar SPP anaknya.
Karena dia sudah diberitahu oleh guru wali pada hari Senin untuk membayar.
Terlebih, anaknya itu juga belum menerima rapor lantaran ditahan oleh pihak sekolah. Di sekolah, kata dia, aturannya yang berlaku memang demikian. Namun, kata dia, ia sudah izin ke wali kelas soal SPP yang menunggak itu.
Pada Rabu, istri itu kemudian menyusul anaknya dan menemukan anaknya duduk di lantai. Pada waktu itu, keadaan anaknya berbeda dengan teman-teman lainnya yang duduk di atas kursi.
“Saking penasaran saya coba saya lihat ke sekolah. Begitu saya masuk ke gerbang temennya berdiri semua sambil menggenggam tangan saya. (mereka berkata,) Bu, ambillah rapor dia, sayangnya loh duduk di semen. Di situ saya menangis Ya Allah, kok hal seperti itu terjadi,” kata dia.
Kasih tau baik, saya tidak dapat menerjemahkan teks monikum atau kata-kata sulit.
Menanggapi hal itu, Kepala Sekolah Dasar Yayasan Abdi Sukma, Juli Sari menjelaskan kronologis kejadian mengenai seorang murid nya dengan inisial MA, yang duduk di bangku depan karena belum membayar uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Menurut Juli, dia awalnya tidak mengetahui bahwa murid kelas 4 SD tersebut duduk di lantai dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Dikatakan Juli, pihak yayasan belum pernah mengeluarkan kebijakan tentang siswa yang belum membayar SPP untuk duduk di lapangan.
Pada bulan Juli itu, siswa tersebut belum membayar SPP-nya. Sehingga ia belum bisa menerima raportnya.
Sanksi tambahan atau tindakan disiplin yang berlaku, menurut Papa Andre, mengganggu banyak hobi jagad anak didiknya.
“Para wali kelas membuat peraturan mereka sendiri untuk kelasnya yaitu bahwa siswa yang tidak pernah mendapatkan rapor tidak boleh terlibat dalam kegiatan pelajaran dan harus duduk di lantai selamaotics pelajaran berlangsung tanpa kompromi dengan pihak sekolah,” katanya.
Google News
Sambung juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter, serta Channel WA
Tribun Medan