Gelontoran Dana Insentif Desa (DID) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk Kabupaten Kuantan Singingi tahun anggaran 2024, tercoreng dugaan praktik korupsi. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sejahtera (LPMS) Kuansing mencium indikasi kuat adanya kegiatan fiktif dalam realisasi dana yang seharusnya memacu pembangunan desa tersebut.

Ketua LPMS Kuansing, Junaidi Affandi, mengungkapkan bahwa praktik lancung ini diduga kuat dipicu oleh permintaan uang haram dari oknum pejabat di lingkungan Pemda Kuansing. Informasi yang dihimpun LPMS menyebutkan, oknum pejabat tingkat kabupaten diduga meminta setoran Rp15 juta setelah pencairan DID, sementara di tingkat kecamatan nilainya mencapai Rp5 juta.

Akibatnya, setiap desa penerima DID terpaksa mengeluarkan dana tak kurang dari Rp20 juta. “Permintaan inilah yang mendorong aparat pemerintahan desa untuk membuat kegiatan fiktif agar bisa menutupi dugaan kutipan yang dilakukan oleh oknum pejabat,” tegas Junaidi belum lama ini.

Data LPMS menunjukkan, sebanyak 46 desa di Kuansing menerima DID dari Kemendagri. Dengan asumsi setiap desa menyerahkan Rp20 juta kepada oknum tak bertanggung jawab, potensi kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp920 juta. Junaidi khawatir, angka kerugian bisa lebih besar mengingat kemungkinan adanya kegiatan fiktif lain yang dibuat untuk menutupi setoran haram tersebut.

“Ini baru potensi korupsi akibat dugaan permintaan dari oknum pejabat. Bisa jadi, masih ada kegiatan fiktif lain di kegiatan yang sama akibat permintaan ini,” ujarnya.

Junaidi menyayangkan, dana DID sebesar Rp120,43 juta per desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk pembangunan dan kegiatan sosial, justru berpotensi dinikmati oleh oknum-oknum yang melakukan pungutan liar. Ia juga mengingatkan risiko hukum yang membayangi para kepala desa dan perangkatnya yang terpaksa membuat laporan fiktif.

Junaidi mengungkapkan, potensi kerugian negara akibat praktik seperti ini sangat besar. Dari data jumlah penerima insentif dari Kemendagri, ada sekitar 46 desa di Kuansing. Maka, potensi kerugian negara sebesar Rp20 juta dikali 46 desa, yaitu Rp920 juta.

“Ini baru potensi korupsi akibat dugaan permintaan dari oknum pejabat. Bisa jadi, masih ada kegiatan fiktif lain di kegiatan yang sama akibat permintaan ini,” ungkapnya.

LPMS Kuansing mendesak aparat penegak hukum (APH), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit investigasi mendalam terhadap realisasi DID di 46 desa penerima.

Junaidi mendesak agar pihak berwenang melakukan audit investigasi dari LPMS Kuansing menjadi sorotan tajam terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa di wilayah ini. Menurut informasi, pihak kejaksaan sudah mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan pungli tersebut. Kendati demikian, hingga kini Kajari Kuansing belum memberikan keterangan resmi.