(EMU) dalam rangkaian Kereta API Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.
Kepala Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), M Fanshurullah Asa menjelaskan bahwa perkara tersebut sudah masuk dalam tahap penyelidikan untuk menemukan bukti-bukti.
“Sekarang masalah kereta ini masih di tahap penyelidikan karena butuh dua bukti,” jelas Asa di Gedung Markas Besarnya, Rabu (8/1).
Saya menjelaskan bahwa untuk suatu perkara dapat masuk ke dalam persidangan, ada beberapa syarat, yaitu ada setidaknya dua bukti yang kuat, yang bisa berbentuk notulen, pengakuan, atau lain-lain.
Sejauh ini belum ada pengungkapan informasi lebih lanjut mengenai keberhasilan operasi penyadapan ini karena masih dirahasiakan. Namun menurutnya, pihaknya telah mengharuskan PT CRRC Sifang Indonesia sebagai Terlapor I dan panitia tender, serta PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai Terlapor II untuk menjawab pertanyaan terkait dengan penyadapan ini.
(EMU) dalam rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh ini.
“Bukan semua orang telah dihubungi untuk meninjau kasus ini, tapi dampaknya apa itu belum diketahui,” katanya.
Sebelumnya, dugaan pelanggaran terhadap proteksi kereta cepat diterangkan oleh Inspektur KPPU dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) pada rapat pertama perkara Nomor 14/KPPU-L/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Transportasi Darat untuk Pemasokan EMU pada Proyek Jakarta Bandung.
“Dalam Laporan Desk Lastiknya, penyelidikan mengusulkan telah ada kolusi dalam penyaluran unit kereta untuk proyek LRT Jakarta-Bandung tersebut,” tulis KPPU dalam keterangan resmi yang dikutip pada Senin (16/12).
Perkara bersumber dari laporan yang dilaporkan oleh masyarakat yang melibatkan PT CRRC Sifang Indonesia sebagai tersangka I (termasuk sebagai panitia tender) dan PT Anugerah Logistik Prestasindo sebagai tersangka II.
Dalam LDP, penuntut menjelaskan berbagai fakta atau temuan yang menunjukkan adanya rencana atau konspirasi, seperti yang dilakukan oleh Terlapor I yang tidak memiliki pedoman tertulis yang paten mengenai cara memilih penyedia barang dan/atau jasa.
Investigasi juga menemukan Barestudio tidak melakukan penggelolaan dan/atau pembukaan dan/atau evaluasi dokumen daftar harga terbuka atau transparan, dan Pemenang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi.
Karena itu, investigator menduga Terlapor I telah melakukan diskriminasi dan membatasi peserta tender untuk Terlapor II mendapatkan kesempatan. Padahal, Terlapor I juga dinilai oleh Investigator tidak pantas menjadi pemenang tender.
Karena (terlapor) tidak memenuhi syarat modal yang disetor sebesar Rp10 miliar, dan tidak memiliki pengalaman yang sama atau pengalaman pekerjaan terkait dengan objek yang ditentukan, serta tidak mendapatkan nilai atau skor tertinggi dalam tender,” hasil penyelidikan KPPU.
Pelaku investigasi ini pun kemungkinan besar menghalangi atau menyulitkan peserta lainnya untuk menjadi pemenang tender. Pada dasarnya pemenang pelelangan harus dipilih dengan menggunakan sistem Penilaian Bentuk, Kualifikasi, dan Penilaian Responsif.