banner 728x250

Ditinggal Istri Minggat,Nuryadin Tinggal di Rumah Reyot Tanpa WC andamp Dapur,Hidup Sakit-sakitan

banner 120x600
banner 468x60

– Tinggal di rumah tanpa dapur dan WC, Warga miskin bernama Nuryadin (43) mengalami nasib pilu.

Dia tinggal di Desa Jangraga, Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, di rumah yang tidak menurut standar kelayakan.

banner 325x300

Bahkan untuk rumah Nuryadin dan anak pertamanya hanya dihiasi oleh karpet plastik.

Dia tinggal di rumah yang bocor bersama anaknya pertama kali ketika hujan menghambat hari ini.

Rumah Nuryadin ditembalkan karpet plastik, tidak ada ruang dapur, bahkan toilet.

Kemudian sisi rumahnya juga terbuat dari anyaman bambu atau bilik dan balok kayu melemah.

Rumah Nuryadin tersebut sedang menghadapi kemungkinan roboh.

Nuryadin menyampaikan, dia melemah karena sakit dan tidak cukup kuat bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Saya sakit sudah ada setahun sejak awal 2023,” kata Nuryadin, Sabtu (4/1/2024) pukul siang.

“Seringkali makan cuma makan sewiranya saja dan ragu-ragu buat membangun rumah sendiri,” imbuhnya.

Dia mengatakan, sering makan dengan garam, sedangkan pada nasi biasanya ada yang diberi garam.

Nuryadin mengatakan bahwa perut bagian kanannya terasa bengkak.

Ia sempat berobat ke Puskesmas maupun ke rumah sakit.

“Saya mempunyai bengkak di punggung kanan, yang terasa sakit dan panas. Beberapa waktu lalu, saya ingin melakukan pemeriksaan rontgen, tapi saya tersulit untuk mengakses uang untuk biayanya,” ia menerangkan.

Sekarang Nuryadin hanya bisa menyesali nasibnya yang tinggal di rumah bercelak-celak bersama anak pertamanya.

“Saya sudah menikah, tapi saya ditinggalkan istri. Anak kedua dan ketiga masih ikut bersama istrinya,” kata Nuryadin.

Dia sebenarnya penakut akan tinggal di rumah yang telah tidak layak dihuni.

“Meskipun rumah kita tampaknya jelek dan sudah membutuhkan perbaikan besar, tidak ada pilihan, kita harus tetap tinggal di rumah tersebut,” kata Nuryadin.

Meskipun tampaknya sangat keras, dia bersyukur sudah ada bantuan dari pemerintah daerah berupa beras yang diberikan setiap tiga bulan sekali.

Belum pernah mendapatkan bantuan seperti bantuan keuangan maupun program rutilahu, kata Nuryadin.

Sekarang, aku hanya berharap ini saya bisa pulih dari sakit, mendapatkan pekerjaan, dan tinggal di sebuah rumah yang pantas dihuni.

“Mungkin hanya harapan saya, ingin hidup dengan baik seperti orang lainlah,” katanya.

Sementara itu, ibu tunggal dari empat anak yatim hidup terlantar di Serang, Banten, akhirnya berbicara setelah ia begritarnya menjadi perhatian umum.

Empat anak yatim tersebut berdiam di Desa Kadu Beureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten.

Mereka bernama Dewi (11), Imas (9), Asep (7), dan Aulia (4).

Empat anak mandul itu mengaku ditinggalkan setelah bundanya menikah lagi.

Mendengar riwayat pilu empat anak yatim, Jajang Mulyana Kasubdit Gasum Polda Banten prihatin.

Pada kesempatan itu, ia memberikan bantuan berupa uang dan makanan.

Mirisnya, bantuan dari polisi untuk 4 anak ini malah dirampas oleh ibunya.

“Dengan benar siapa yang telah saya tanyakan pada anaknya, ternyata uang yang saya berikan pada anak yatim diambil oleh ibunya,” katanya.

Setelah video yang diunggah Kasubdit Gasum Direktorat Samapta Polda Banten, Kompol Jajang Mulyaman menjadi populer di media sosial, banyak orang berkunjung ke rumah anak yatim tersebut untuk memberikan bantuan.

Bahkan pihak Polsek Pabuaran, Camat, Dinas Sosial sampai Kementerian Sosial berkunjung ke rumah mereka untuk memberikan bantuan.

Sekarang, setelah cerita mereka beredar dalam media sosial, sang ibu mulai memberikan tanggapan.

Dia mengatakan bahwa berita yang ada tidak seluruhnya benar.

“Saya tidak bilang semuanya benar, ada saatnya saya tidur di sana, ada saatnya saya tidur di sini,” kata Ibu Santi Sumyati (49) yang menjadi warga pinggir jalan.

“Bocah-bocahenggak pernah merasa lapar bangun malam,Makanan selalu ada, si dompet enggak pernah benar2 kosong,” jelasnya, mengutip Tribun Banten.

Santi menjelaskan, alasannya mereka tidak ikut tidur bersama dirinya di rumah suaminya di Kampung Ranji, Desa Pancanegara, Kecamatan Pabuaran, karena mereka tidak mau.

Jika saya pulang ke sini untuk tidur, kata anak saya yang bernama Dewi, ‘Mama jangan tidur di sini, baby saja’.

“Sekarang, apa yang penting, melihatku mendapatkan makanan di sini tidak apa-apa,” kata Santi.

Santi mengaku tidak merasa meninggalkan anak-anaknya karena dia seringkali pulang dan pergi dari rumahnya sendiri seperti biasa.

Saya tidak akan tinggal sendirian, saya akan pergi sini pula.

“Isteri juga terbiasa tidur di sini, tapi saya tidak tega melihat suamiku terlentang itu, terlalu sempit,” katanya.



Googlenews

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *