Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau, Boby Rachmat, mengungkapkan bahwa awal tahun 2025 menjadi periode sulit bagi tenaga kerja di Riau dengan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam jumlah signifikan. Total ada lebih dari 3.000 pekerja yang terdampak PHK di wilayah tersebut. Puncak PHK terjadi pada Februari 2025, dengan kontribusi terbesar berasal dari PT Pulau Sambu dan PT RSUP Pulau Burung di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). “Dari dua perusahaan itu, sebanyak 3.128 pekerja kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Kabar baiknya, memasuki bulan Maret, situasi mulai membaik. Tidak ada laporan PHK baru di Inhil, dan PT Pulau Sambu bahkan telah memulai proses perekrutan kembali para pekerja yang sebelumnya terkena PHK. “Meski begitu, kami masih menunggu data resmi dari perusahaan terkait jumlah pekerja yang sudah dipekerjakan ulang,” tambah Boby.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengakui telah mengetahui peristiwa PHK massal di PT Pulau Sambu. Menurutnya, salah satu pemicu utama adalah menurunnya pasokan bahan baku yang berdampak pada operasional perusahaan. “Saya sudah mendapat informasi terkait hal ini,” ungkapnya.
Penurunan produksi ini, lanjutnya, dipengaruhi oleh anjloknya hasil panen kelapa di Inhil. Jika sebelumnya petani bisa mengumpulkan hingga 10.000 butir kelapa per pengiriman, kini jumlahnya merosot drastis menjadi hanya 5.000 butir, atau turun lebih dari separuh. “Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama di balik gelombang PHK tersebut,” tutupnya.