KABUPATEN Kuantan Singingi (Kuansing), tengah dilanda badai keuangan yang dahsyat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) defisit hampir mencapai Rp500 miliar, meninggalkan luka menganga pada perekonomian masyarakat. Pemerintah Daerah (Pemda) Kuansing pun kelabakan, terhuyung-huyung di tengah krisis likuiditas yang parah. Tanda-tanda kesulitan keuangan ini mulai tercium ketika Pemda Kuansing menunda pembayaran proyek-proyek pembangunan senilai ratusan miliar rupiah.

Para kontraktor menjerit, roda ekonomi melambat, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah merosot tajam. Situasi ini memicu pertanyaan besar: ada apa dengan pengelolaan keuangan daerah Kuansing? Banyak pihak menduga, akar masalahnya terletak pada pengelolaan keuangan yang tidak profesional. Bupati Kuansing dinilai kurang tepat dalam menempatkan pejabat di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Padahal, BPKAD adalah jantung dari pengelolaan keuangan daerah. Jabatan kepala BPKAD adalah posisi strategis yang membutuhkan keahlian dan integritas tinggi. Jabatan BPKAD itu jabatan yang paling strategis, oleh karena itu agar lebih profesional mestinya jabatan ini diduduki oleh orang yang tepat sesuai dengan bidang keahlian, inilah yang membuat situasi menjadi tidak menentu.

Krisis keuangan ini bukan sekadar masalah internal Pemda Kuansing. Dampaknya meluas, mengganggu stabilitas ekonomi regional. Para pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada proyek-proyek pemerintah terancam gulung tikar. Daya beli masyarakat menurun, dan potensi investasi di Kuansing pun meredup.

Lebih dari itu, krisis ini mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Masyarakat merasa dikhianati, dan muncul kekhawatiran akan masa depan Kuansing. Jika masalah ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin Kuansing akan terjerumus ke dalam krisis ekonomi yang lebih dalam. Situasi ini adalah panggilan mendesak bagi Pemda Kuansing untuk berbenah.

Langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk memulihkan kepercayaan publik dan menyelamatkan perekonomian daerah. Menurut Hendrianto, “Jabatan BPKAD itu jabatan yang paling strategis, oleh karena itu agar lebih profesional mestinya jabatan ini diduduki oleh orang yang tepat sesuai dengan bidang keahlian, inilah yang membuat situasi menjadi tidak menentu.”