banner 728x250

Dark Tourism: Menyusuri Jejak Makam Peninggalan Belanda di Museum Prasasti

banner 120x600
banner 468x60

Salam Kompasianer, saya kembali lagi nih. Nah, setelah akhir tahun lalu, saya liburan singkat ke Rangkasbitung. Jadi, kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya mengunjungi Museum Prasasti yang berlokasi di Tanah Abang 1, Jakarta Pusat.

Aku ke sana bersama teman saya karena kami ingin membuat konten menyambangi tempat bersejarah.

banner 325x300

Hari itu cuaca cukup mendung karena baru saja hujan, dan suasana begitu gelap ketika kami melewati area masuk. Karena kami datang pukul 09.00 WIB, jadi belum banyak pengunjung.

Ini adalah sebuah makam yang bernama Kebon Jahe Kober.

Pemakaman umum ini dibuat untuk menggantikan kuburan lain yang berada di samping gereja Gereja Belanda Baru, yang sekarang menjadi Museum Wayang.

Di dalam museum ini, tersimpan berbagai koleksi prasasti nisan tua hingga beragam patung berasal dari Eropa.

Museum Taman Prasasti juga telah mengalami beberapa kali perubahan. Awalnya, luas museum adalah sekitar 5,9 hektar, tetapi kini telah dikurangi menjadi 1,3 hektar karena perkembangan kota yang cepat.

Kemudian, apa saja yang tersedia di Museum Prasasti?

Saat memasuki area Museum Prasasti, petugas menyarankan untuk berjalan ke kiri terlebih dahulu sebelum berakhir di seberang kanan.

Di area sebelah kiri, aku melihat relief Patung Wanita Menangis yang menurut cerita sanjung ia adalah seorang istri yang kehilangan suaminya karena penyakit malaria di Batavia pada masa itu.

Saya membaca, identitas Kapitein Jas masih belum dikonfirmasi kebenarannya. Meski demikian, ada masyarakat yang percaya bahwa makam itu dapat memberi kesuburan, keselamatan, dan kebahagiaan.

Di Museum Prasasti, pengunjung juga dapat melihat kereta jenazah yang umum digunakan untuk mengangkut peti jenazah ke tempat persemayaman. Selain itu, di dalam sebuah pendopo, ada peti yang mengangkut jenazah Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, dan Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta (Moh. Hatta).

Selain Patung Wanita Menangis yang terkenal, di Museum Prasasti ini juga terdapat patung yang menggambarkan sosok Hendricus van der Grinten.

Hendricus van der Grinten merupakan seseorang yang sangat membantu bagi anak-anak Indo-Belanda yang terlantar karena hubungan ayah mereka yang tidak sah dengan penduduk perempuan di Indonesia.

Setelah itu, aku melihat Menara Johan Jacob Perrie yang merupakan peserta pertama sebagai komandan Groote Militaire Afdeeling (Divisi Militer Besar) di Jawa.

Pada hidupnya, ia juga menerima penghargaan Order of the Lion of the Netherlands. Dan menara tersebut dirancang sebagai simbol penghormatan atas jasanya yang dianggap besar oleh Pemerintah Belanda.

Yang membuat unik dari menara tersebut adalah pemandangannya karena menara berwarna hijau dan di bagian menaranya dilengkapi dengan beberapa ornament, serta di sekelilingnya ada beberapa patung.

Di hadapan Menara Johan Jacob Perrie, terdapat nisan Soe Hok Gie yang merupakan seorang aktivis gerakan mahasiswa pada tahun 60-an.

Saya kemudian melintasi area belakang dan menuju ke area depan untuk melihat batu nisan dari tokoh-tokoh penting masa lampau Hindia Belanda, termasuk Marius Hulswit, pengurus sekaligus pembangun Gereja Katedral pada tahun 1899-1901.

Kemudian di sekitar prasasti Mgr. Jacobus Staal, aku melihat batu nisan Monsignor Adami Caroli Claessens, seorang pastor kepala yang membangun kembali Gereja Katedral yang telah hancur pada bulan Mei 1890.

Jadi itulah perjalanku bersama temanku ke Museum Prasasti. Untuk membayar tiket masuk, cukup membayarnya Rp 5.000 untuk anak-anak, sedangkan orang dewasa Rp 10.000.

Hai, jangan lupa mengenakan jaket atau baju lengan panjang kalau ke sana, karena banyak lalat nyamuk. Selamat beritahu!

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *