Industri elektronik perdagangan (e-commerce) terjebak dalam keresahan atas keputusan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) untuk menghentikan bisnis marketplace-nya. Peristiwa ini menimbulkan kemungkinan besar untuk mengubah peta persaingan e-commerce di Indonesia dalam masa depan.
Nailul Huda mengatakan, saat ini skema e-commerce di Indonesia terdiri dari tiga lapis besar dengan pangsa pasar yang berbeda jauh.
Layer pertama diisi oleh dua besar e-commerce, yaitu Shopee dan Tokopedia-TikTok. Sebelum adanya merger antara Tokopedia dan Tokopedia Shop, layer pertama ini praktis dikuasai oleh Shopee dan Tokopedia saja.
“Persaingan cukup sengit dengan antara Tokopedia yang telah bergabung dengan TikTok dan Shopee. Tambahan lagi, Shopee masih cukup kuat dalam menghasilkan kemampuan pendanaan,” ujarnya, Rabu (8/1).
Dan hanya Lazada saja. Lapisan ketiga pasar e-commerce nasional diisi oleh platform-platform kecil.
Huda sebutkan bahwa saat ini sangat sulit bagi e-commerce level dua untuk mengganggu dominasi Shopee dan Tokopedia-TikTok. Kedua platform ini mampu bersaing dalam dua hal, yaitu inovasi dan konverensi transaksi mata uang.
Sebagai contoh, inovasi yang dilakukan Shopee dan Tokopedia-TikTok adalah pengembangan fitur Belanja Langsung yang sangat digandrungi oleh banyak konsumen maupun penjual. Di sini, Shopee cukup maju berkat hadirnya fitur Shopee Live Streaming dan Shopee Video. Terbaru, Shopee juga masuk ke dalam ekosistem YouTube yang memudahkan mereka dalam memasarkan produk melalui video dan live streaming. Di sisi lain, Tokopedia sangat terbantu berkat ekosistem live streaming TikTok sebagai media sosial.
Baik Shopee dan Tokopedia-TikTok juga masih gencar membakar uang melalui berbagai promo belanja dan biaya pengiriman untuk menarik konsumen lebih banyak. “Tidak dapat dipungkiri, konsumen Indonesia masih sangat fokus dengan harga. Harga menjadi daya tarik utama ketika berbelanja secara online,” ujarnya.
Berkaca pada kasus Bukalapak, hal ini semakin menandakan bahwa inovasi dan pemotongan biaya yang dilakukan oleh e-commerce masih menjadi cara utama untuk bertahan hidup. Huda menilai, Bukalapak justru tidak lagi menerima dana segar setelah melaksanakan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bukalapak digambarkan lebih fokus pada pengembangan mitranya selama beberapa tahun terakhir. “Akhirnya, mereka memilih untuk menutup layanyanya e-commerce-nya,” tegasnya.
Bukalapak Dimas Bayu mengatakan, layanan marketplace Bukalapak akan tetap beroperasi seperti biasa. Di sisi lain, Bukalapak akan menghentikan layanan produk fisik secara bertahap hingga Februari tahun depan.
“Masih pada tahun ini, kami hanya berfokus pada layanan produk virtual di platform marketplace kami guna memperkuat posisi di ekosistem produk virtual dan memberikan layanan terbaik kepada pengguna di industri digital,” pungkasnya, Rabu (8/1).