Pemerintah resmi menetapkan usia pensiun pekerja menjadi 59 tahun yang dipunyai sebelum 58 tahun. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Pasal 15 ayat (3) PP dengan Nomor 45 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Pensiun.
Direktur Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda berpendapat bahwa pelaksanaan kebijakan ini akan menguntungkan pemerintah karena mereka dapat memanfaatkan dana yang dipimpin oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk membeli SBN atau Hutang Pemerintah.
Nailuh menjelaskan kebijakan menaikkan usia pensiun ini sangat terkait dengan penagihan dana jaminan hari tua dan pensiun oleh pemerintah kepada pekerja.
Dengan kata lain, pemerintah mendapat waktu yang lebih lama untuk mengelola uang investasi dari peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Meskipun demikian, dia menonjolkan bahwa APBN sebenarnya tidak akan berpengaruh jika investasinya dikelola dengan baik karena memang uang yang berasal dari pekerja yang dikumpulkan oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk diinvestasikan di beberapa instrumen investasi.
Sisi lainnya, ia melihat peningkatan ambang batas pensiun ini akan menjadi poin baru masalah di sektor kecil karyawan.
Dia mengatakan, dengan semakin menambahnya jumlah lulusan tiap tahunnya, maka made menjadi semakin sulit untuk digabungkan dengan industri jika tidak ada pergantian tenaga kerja.
“Sekaligus menempuh lalu lintas jarang yang satu tahun hanya dapat mengantarkan 30 kali,”lmusyawarah yang dilakukan di Denton pada Minggu kemarin.
Selain itu, produktivitas pekerja semua jenis pada usia pensiun juga akan dikurangi. Ketika tidak ada lagi investasi yang masuk dan tidak ada perusahaan yang berkembang, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi secara agregat akan terbatas.
Nailul menekankan produktivitas pekerja usia tua tidak bisa diabaikan secara pasti akan terus menurun, terutama untuk tugas yang membutuhkan fisik prima. Sedangkan generasi kerja usia muda tidak dapat memenuhi kebutuhan industri.
“Bahwa pada akhirnya akan melambatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” jelasnya.
Salah satu hal lainnya, dari sudut pandang pekerja, menanggapi masalahnya adalah adanya waktu tunggu yang lebih lama untuk menikmati jaminan pensiun setelah masa pensiun. Hal ini disebabkan karena pensiun pekerja ditentukan oleh perjanjian kerja dengan kemungkinan usia yang lebih rendah dari yang dicanangkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
“Pemerintah harus memperhatikan jeda waktu tunggunya. Bagaimana pegawai memenuhi kebutuhannya saat masa penantian tersebut,” tegasnya.