Direktur Umum Kementerian Keuangan Suryo Utomo meminta para wajib pajak tidak khawatir jika dalam masa transisi ada keterlambatan penerbitan faktur atau pelaporan.
Ia memastikan pemerintah memberikan masa transisi implemnentasi pada penerapan sistem baru ini. “Nanti kita pikirkan agar tidak ada beban tambahan kepada masyarakat ketika menggunakan sistem baru yang mungkin sedikit berbeda dengan sistem apa yang telah digunakan selama ini,” ucap Suryo dalam konferensi pers kinerja anggaran belanja negara di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 6 Januari 2025.
Suryo menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak terus memantau masalah-masalah yang timbul, terutama saat adanya interaksi antara wajib pajak dengan sistem Coretax. Menurutnya, salah satu masalah utamanya adalah volume akses yang tinggi dari para wajib pajak tersebut.
Kata Suryo, saat mengakses, pengguna bukan hanya mencoba masuk tapi juga melakukan transaksi. “Jadi, akses bersamaan mempengaruhi kinerja sistem,” ujarnya.
Sebelum adanya peraturan Coretax yang berlaku 1 Januari 2026, DJP sudah melakukan pra implementasi sistem pajak baru sejak tanggal 16 hingga 31 Desember 2025. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyatakan masyarakat dapat memulai log in ke dalam sistem Coretax DJP mulai tanggal 24 Desember 2025.
Tahap ini bertujuan agar wajib pajak lebih awal mempersiapkan diri sebelum penerapan sistem baru di tahun depan. “Tentu saja, harapannya wajib pajak tidak akan menghadapi kesulitan saat menggunakan aplikasi,” kata Dwi.
Coretax adalah sistem IT terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia. Kebijakan mengenai sistem Coretax tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang ditetapkan Sri Mulyani Indrawati pada 14 Oktober 2024.
Pada sambungan telepon pada Sabtu, 4 Januari 2025, mereka khawatir akan mendapat sanksi akibat keterlambatan membuat faktur.
Menurut Andi, mustahil Kementerian Keuangan melalui DJP menunggu lama untuk memberikan kepastian soal sistem Coretax. “Kesalahan akibat administrasi Coretax yang merugikan wajib pajak di mana, harus dipikirkan,” katanya.
Jangan sampai, kata Andi, perusahaan-perusahaan diberati denda akibat keterlambatan pembuatan faktur padahal kesalahan terletak pada sistem layanan DJP. Dia menyatakan bahwa DJP membutuhkan peraturan lain soal hal ini.
Andi mengatakan kesulitan membuat faktur di layanan Coretax DJP bukan cuma dialaminya. Kemarin, tim dari perusahaannya berkunjung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). “Sama juga, ternyata KPP itu ramai, ya karena orang melakukan transaksi pajak setiap hari, mungkin tiap jam, tiap menit,” tuturnya. Ia menyebut tidak mendapatkan jawaban yang berarti dari pihak KPP. Mereka hanya memintanya menunggu saja.
Secara resmi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menulis (@ditjenpajakri) pada Instagram pada Sabtu, 4 Januari 2025. Peringatan Sementara, Daerah Jabotabek dan Jam Kerja Perdana APHN yang Tidak terlaksana serta pengadilan apabila wajib pajak keterlambatan wajib pajak menyarankan meliputkan menghubungi nrp Gunawan 1500200, media sosial Twitter/X @kring_pajak atau melalui Helpdesk Kantor Pajak terdekat.
Hingga pukul 08.40 WIB, kolom komentar postingan tersebut tetap dibanjiri sekitar 2.219 pertanyaan dan keluhan pengguna sistem Coretax DJP. Satu netizen mencela sistem yang tidak berfungsi atau mengalami kesalahan. Begitu juga ada mereka yang tidak dapat masuk atau login ke sistem Coretax DJP.
kata Aulia lagi.
Di kolom komentar akun DJP, pengguna mencapai kesimpulan bahwa layanan Coretax DJP belum siap digunakan oleh masyarakat. Banyak pengguna yang protes karena DJP menyerahkan sistem yang tidak lengkap.
Apa kesan Anda mengenai partisipasi dalam penulisan artikel ini.