Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada pembukaan perdagangan hari ini, Senin (3/2/2025). Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Paman Sam tersebut menguat hingga mencapai level Rp 16.456, atau naik 151 poin (0,93%) dari posisi sebelumnya.
Pelemahan rupiah ini terjadi bersamaan dengan melemahnya mata uang di kawasan Asia lainnya, seperti baht Thailand, peso Filipina, dan yuan China. Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra menjelaskan bahwa pelemahan rupiah dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan tarif impor tinggi yang akan diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump mulai Selasa (4/2/2025).
Kebijakan ini menargetkan tiga mitra dagang utama AS, yaitu China, Meksiko, dan Kanada. “Pasar khawatir ini akan memicu pembalasan dari negara yang dinaikkan tarifnya dan akan menimbulkan perang dagang,” kata Ariston dilansir detik.com.
Trump resmi menandatangani perintah yang mengenakan tarif impor sebesar 25% untuk barang-barang dari Meksiko dan sebagian besar produk dari Kanada, dengan pengecualian 10% untuk barang terkait energi seperti minyak mentah. Sementara itu, barang-barang dari China dikenakan tarif tambahan sebesar 10%.
Kebijakan ini, menurut Trump, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, menyeimbangkan neraca perdagangan, serta mendorong negara-negara pesaing untuk kembali ke meja perundingan. Namun, dampaknya justru menimbulkan ketidakpastian di pasar global. Ariston menambahkan, kebijakan tarif impor ini berpotensi meningkatkan harga barang konsumsi di AS.
“Harga barang yang disuplai dari ketiga negara tersebut akan naik akibat tarif impor baru. Pada akhirnya, inflasi yang tinggi akan membuat The Federal Reserve (The Fed) menahan pemangkasan suku bunga acuan,” jelasnya.
Inflasi yang tinggi di AS diperkirakan akan memperkuat nilai dolar AS, yang pada gilirannya memberikan tekanan lebih besar terhadap rupiah. Ariston memprediksi, peluang pelemahan rupiah hari ini akan bergerak ke arah Rp 16.400 dengan potensi support di kisaran Rp 16.250.
“Ekspektasi The Fed yang menahan pemangkasan suku bunga turut mendorong penguatan dolar AS. Ini menjadi faktor utama pelemahan rupiah,” ujar Ariston.
Tidak hanya rupiah, mata uang di kawasan Asia juga mengalami pelemahan pada pembukaan perdagangan hari ini. Baht Thailand melemah 0,79%, peso Filipina turun 0,43%, won Korea Selatan melemah 0,12%, dolar Singapura turun 0,80%, dan yuan China melemah 0,05%.
Kondisi ini mencerminkan sentimen negatif pasar global terhadap kebijakan proteksionis AS yang berpotensi memicu ketegangan perdagangan internasional. Pasar kini menunggu respons dari negara-negara yang terkena dampak kebijakan tarif impor AS. Jika terjadi pembalasan, seperti penerapan tarif serupa oleh China, Meksiko, atau Kanada, ketegangan perdagangan global diprediksi akan semakin meningkat.
“Kebijakan Trump ini bisa menjadi bumerang bagi perekonomian AS sendiri. Selain memicu inflasi, kebijakan ini juga berpotensi mengurangi daya saing produk AS di pasar global,” pungkas Ariston.