Anggota DPRD Kuansing dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Desi Guswita, menuduh undangan klarifikasi dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Riau terhadap dirinya sarat dengan muatan politik dan pesanan penguasa. Tudingan ini muncul di tengah panasnya tensi politik antara Desi dan Bupati Kuansing terkait kebijakan penambahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dianggap tidak efisien.

Desi merasa janggal dengan pemanggilan dirinya secara khusus oleh BPK RI Perwakilan Riau terkait dugaan kelebihan bayar dalam perjalanan dinas. Menurutnya, jika memang ada temuan, mengapa hanya dirinya yang dimintai klarifikasi, sementara anggota DPRD lainnya yang melakukan perjalanan dinas pada periode yang sama tidak diperiksa.

“Klarifikasi ini pengakuan dari auditor BPK, klarifikasi terhadap saya merupakan sampel atau uji petik. Nah kalau sampel saja ada indikasi temuan yang hanya dilakukan 3 kali, kenapa yang sudah melakukan berkali-kali perjalanan dinas tidak dilakukan klarifikasi oleh BPK,” ujar Desi seperti dikutip salah satu media online, Minggu (4/5/2025).

Desi mengungkapkan keheranannya mengapa hanya perjalanan dinas pribadinya yang diuji petik, sementara perjalanan dinas anggota dewan lainnya, termasuk kunjungan kerja bersama komisi dan bimbingan teknis (bimtek), tidak diaudit.

“Kita sama-sama melakukan perjalanan dinas kok. Bahkan tempat kunjungan sampai penginapan sama. Kenapa tidak diaudit. Dan kalau pun saya jadi uji petik kenapa hanya perjalanan dinas yang saya lakukan secara pribadi saja yang diaudit, kenapa tidak semua perjalanan dinas diaudit. Karena saya sepanjang 2024 ini ada 3 kali perjalanan dinas pribadi dan ada 2 kali kunker bersama komisi dan ada beberapa kali mengikuti bimtek,” imbuhnya.

Ia berharap BPK RI Perwakilan Riau bertindak objektif dan melakukan pemanggilan serta klarifikasi terhadap seluruh Anggota DPRD Kuansing yang melakukan perjalanan dinas pada tahun yang sama. Desi menegaskan bahwa audit seharusnya murni karena adanya indikasi temuan, bukan karena kepentingan politik.

“Pasti semua perjalanan yang saya lakukan diaudit, karena saya anggota DPRD yang teracak untuk uji petik,” tegasnya.

Desi menyatakan akan menyurati BPK untuk melakukan audit menyeluruh di Sekretariat DPRD Kuansing. Langkah ini diambil agar BPK dapat melaksanakan tugas secara objektif dan transparan.

“Saya menduga adanya permainan dalam undangan klarifikasi ini. Jika tidak ditanggapi atau diabaikan, maka saya laporkan ke KPK agar turun kesini,” ancam Desi.

Desi mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada anggota DPRD Kuansing yang dipanggil langsung oleh BPK untuk audit terkait kelebihan bayar. Menurutnya, jika ada kelebihan bayar, biasanya Sekretaris Dewan (Sekwan) dan jajarannya yang akan diklarifikasi.

“Sepengetahuan saya tak ada dalam sejarah Kuansing dan begitu juga di Riau, anggota dewannya diklarifikasi langsung oleh auditor BPK. Kalau ada kelebihan bayar, ini biasanya bisa diklarifikasi Sekwan dan jajaran. Jadi, nampak betul pesanan dan ada permainannya,” sebutnya.

Pemanggilan Desi oleh tim audit BPK RI Perwakilan Riau tertuang dalam surat BPK RI Perwakilan Riau nomor 56/LKPD-Kuansing tertanggal 24 April 2025. Surat tersebut ditembuskan kepada Sekretaris DPRD Kuansing pada tanggal 30 April 2025 dan ditandatangani oleh Ketua Tim Pemeriksa, Adeyansyah Budiwarnan.

Desi dikenal sebagai salah satu anggota DPRD Kuansing yang vokal menentang kebijakan Bupati Kuansing terkait rencana penambahan OPD. Ia menilai kebijakan tersebut tidak efisien dan bertentangan dengan upaya pemerintah pusat dalam melakukan efisiensi anggaran. Sikap kritis Desi ini diduga menjadi pemicu pemanggilan dirinya oleh BPK RI Perwakilan Riau. Desi merasa bahwa audit terhadap dirinya adalah pesanan untuk membungkam kritik dan mencari-cari kesalahan.