Anggota DPRD Kabupaten Kuansing (Kuansing), Aldiko Putra, S.IP, mengajukan gugatan terhadap sejumlah komisioner KPU Kuansing atas dugaan pelanggaran kode etik terkait proses PAW. Gugatan tersebut didasarkan pada anggapan bahwa proses PAW yang dilakukan oleh KPU Kuantan Singingi dianggap cacat hukum.

Proses pemberhentian Aldiko Putra dari keanggotaan PKB belum mencapai tahap final, karena upaya hukum keberatan masih dalam proses di Mahkamah Partai Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB. Aldiko menegaskan bahwa proses PAW harus ditunda hingga adanya putusan final dari Mahkamah Partai DPP PKB.

Pada tanggal 28 Februari 2025, utusan Aldiko mengunjungi kantor KPU Kuantan Singingi untuk menyampaikan surat permohonan penundaan proses PAW. Surat tersebut meminta KPU untuk menunda proses PAW hingga putusan final dari Mahkamah Partai DPP PKB.

Namun, permintaan penundaan tersebut diabaikan oleh KPU Kuansing. Pada tanggal 6 Maret 2025, konsultan hukum Aldiko, Yasrif Yakub Tambusai, SH, MH, mendatangi kantor KPU untuk klarifikasi status permohonan penundaan PAW, namun tidak menemui satu pun komisioner KPU yang hadir.

Aldiko Putra menduga bahwa KPU Kuansing dengan sengaja mengulur-ulur waktu dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Ia menuduh Ketua KPU, Wawan Ardi, dan tiga anggota lainnya, Yeni Gusneli, Irwan Yuhendi, dan Oki Heriyanto, telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

Dalam surat gugatannya, Aldiko menekankan pentingnya prinsip keadilan dan hak konstitusionalnya. Ia meminta DKPP untuk segera memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran ini serta memberikan sanksi tegas kepada para komisioner KPU yang terbukti melanggar kode etik.

Gugatan ini menyoroti pentingnya independensi dan ketegasan DKPP dalam menegakkan kode etik penyelenggara pemilu. Keputusan DKPP diharapkan dapat mencerminkan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan di Indonesia.