Kasus pagar laut aneh sepanjang 30,16 kilometer di laut Tangerang, Banten, masih dilimpahkan.
Tidak ada teks yang perlu dikedipaksa.
Dari penutupan, KKP telah memberi kesempatan bagi penyewa untuk membongkar pagar laut secara pribadi.
Tapi hingga sekarang belum diketahui secara pasti siapa yang punya atau pihak yang bertanggung jawab atas pagar laut itu di perairan Tangerang.
Meski demikian, tiga pihak tertentu yang disebutkan bertanggung jawab atas proyek tersebut. Siapa saja?
1. Selebriti yang sedang menempati perhatian
Seorang nelayan dari Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang mengaku mengetahui siapa pelakunya pembangunan pagar laut, yakni seorang selebriti.
Seorang nelayan bernama Heru itu menyebutkan sosok selebriti yang dimaksud sangat terkenal.
Meskipun demikian, dia tidak mau mengungkapkan secara pasti, siapa selebriti yang dimaksud.
Heru memastikan nelayan di wilayah Kronjo, mengenali siapa selebriti tersebut.
Wah, semua juga tahu. Anak kecilpun juga tahu dalangnya. Siapakah lagi kalau bukan selebriti yang sekarang lagi marak belonging?
“Apabila saya mencantumkannya satu per satu, khawatir ada banyak yang mulai dari A, B, C, D,” ungkap Heru, dikutip dari Wartakotalive, Minggu (12/1/2025).
Lebih lanjut, Heru mengatakan tidak ada sosialisasi dari pihak terkait tentang pembangunan pagar laut.
Mereka pun bertanya-tanya kepada pekerja, tentang proyek yang dituturkan tersebut.
Saya rasa (harusnya) koordinasi terlebih dahulu, sosialisasi terlebih dahulu pada penduduk sekitar. ‘Kan ada komunitasnya di sini. Bagaimana kan penduduk, kita ingin membuat pagar,’ katanya.
Heru berharap pemerintah bisa membongkar dulu pagar laut itu, karena pagar laut itu mengganggu kegiatan para nelayan.
Ia menyatakan bahwa sebenarnya sudah ada tim dari KKP (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang turun ke lapangan untuk melakukan sidak (pengawasan singkat), namun hingga kini belum ada tindakan lanjutan.
dia juga secara jelas mengingatkan aparat penegak hukum (APH) agar tidak kalah dari pihak swasta dalam kasus tersebut.
Saya berharap saja mudah, baru cabut seperti semula. Mengapa menunda-nunda, nanti setelah 20 hari ditunda lagi, mungkin akan masuk angin lagi dan tidak jadi lagi.
“Tidak itu kegiatan sebulan dua bulan, hanya 5 bulan sudah ada. Bahkan saya tidak tahu awalnya, saya pernah melihat dia melakukan survei di sini, sidak, tapi mengapa tidak ada tindakan lanjutannya,” ungkap Heru.
Mereka yang menempatkan siapa, mereka harus yang (memindahkannya). Jangan sampai memberatkan masyarakat, apalagi sampai TNI-Polri yang menangkatnya, merasa malu.
“Kalah itu bahwa perusahaan swasta lebih baik daripada negara, konon,” tandasnya.
2. Bos PIK 2
Berbeda dari Heru, nelayan asal Desa Krojo/Kecamatan Krojo lainnya, Kholid, menyebut nama Aguan alias Sugianto Kusuma sebagai dalang belakang pembangunan pagar laut.
Sebagai informasi, Badru Agung adalah pendiri PT Agung Sedayu Group sebagai pengembang proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
“(Saat) banyak berita tentang masyarakat pantai pesisir swadaya memasang pagar laut itu, ketika muncul (pemberitaan), ada pelaku pemagaran anak buahnya Aguan, (yaitu) Ali Hanafiah dan Engcun,” kata Kholid dalam wawancara bersama tvOneNews, Minggu, dikutip Tribunnews.com, Senin (13/1/2025).
Sehubungan dengan hal tersebut, advokat dari PSN PIK 2, Muannas Alaidid, telah menyangkalnya.
Mengutuskan bahwa PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.
Muannas juga memastikan pembangunan pagar laut tersebut tidak termasuk lahan PSN (Kawasan Pemancingan) dan PIK 2.
Mereka bukan pemilik atau pengembang proyek pagar laut ini, lha wong baik menjadi apa aja, ngapain pusing deliber sana (membangun pagar laut).”
“Tidak ada kaitannya sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan Manajemen Pengelola PIK 2, Toni.
Toni mengatakan tuduhan tentang pagar laut muncul gara-gara kurangnya edukasi mengenai Radar Pantai Indonesia (PSN) Pos Laut II.
Dia menyatakan ada kesalahpahaman tentang informasi mengenai PSN PIK 2. Menurutnya, masyarakat memahami bahwa PIK 2 secara keseluruhan adalah PSN.
Saya rasa mungkin kekurangan pengetahuan, kurangnya edukasi memanggil beberapa teman-teman yang sedikit berbeda ini.
” SEGITIGA bahwa memang PSN ini dianggap seluruh PIK 2 itu PSN. Ternyata itu tidak tepat,” ujar dia.
Baca juga: Nelayan di Tangerang Mengaku Telah Lapor soal Pagar Laut, tapi Belum Ada Tindakan: Pelaku Dibantu
Toni menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil dari daearah di PIK 2 di Tangerang Utara yang digunakan sebagai PSN.
“Mungkin mereka memahami semua hal tentang PIK 2 PSN sehingga menyebabkan polemik. Seharusnya hal ini tidak menjadi masalah,” kata Toni.
3. JRP menyebut masyarakat tempatan yang membangun
Sementara itu, davulIRTUAL JuminSyat Jharingan Pantra di Kemudai Tanvreg menyebut pajarg laut itu dibangun secara Swadaya oleh menghakrono setempat.
Tiang penahan pantai itu dirancang untuk tiga tujuan, salah satu contohnya adalah untuk mencegah abrasi.
Paggagang laut yang menjalar di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini disediakan secara sukarela oleh masyarakat.
“Penguncian ini dilakukan untuk mencegah abrasi, serta mencegah kerusakan tanah pada daerah pesisir yang dapat membahayakan lingkungan dan permukiman,” kata Koordinator Jangan Ragus, Sandi Martapraja, Sabtu (11/1/2025), seperti dikutip dari Kompas.com.
Tujuan kedua, lanjut Sandi, adalah untuk mengurangi dampak bencana tsunami.
“Segmentasi ancaman tsunami, meski tidak sepenuhnya menahan,” imbuhnya.
Lalu, tujuan terakhir, daerah di sekitar pagar laut dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, jika kondisinya memungkinkan.
Sandi kemudian menegaskan, pagar laut itu memang dirancang dan dibangun oleh masyarakat setempat untuk melindungi dari bahaya kerusakan lingkungan.
Tambak ikan di sekitar tetapian juga dapat dirawat secara berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
“Tembok-tembok ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang khawatir terhadap kerusakan lingkungan,” jelas Sandi.
Pernyataan JRP itu dibantah oleh Kholid. Ia menganggap pernyataan tersebut tidak masuk akal.
Karena biaya pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer itu mesti cukup besar.
“Itu tidak masuk akal. Hitung saja, panjang tiang bambu berapa kilo-meter, 30 kilo-meter lebih. Satu batang bambu (boleh) tiga juta, dikali 15.000 (buah), sudah berapa?” kata Kholid.
“Belum ada biayanya untuk pengangkutan, belum ada biayanya untuk installasi. Itu tidak rasional,” tambahnya.
Kholid lalu menyatakan bahwa pernyataan pembuatan pagar laut secara swadaya seperti ketika ada seekor anjing penjaga harta orang lain yang sedang menangkap seorang perampok secara keterlaluan.
Ia menegaskan pernyataan tersebut yang mengaku tiang pagar laut dibuat secara swadaya adalah bohong.
“Aku bilang, logika bercriptsinya tidak tepat! Tidak ada yang mampu (swadaya), itu bohong,” tegas Kholid.
“Aku bersedia menghadap orang-orang yang mengaku itu hasil swadaya,” ia mengatakan dengan tegas.