banner 728x250

Gaya Hidup YONO Lagi Tren, Apa Tantangan untuk Menerapkannya?

banner 120x600
banner 468x60

YONO (belanja secara online) bisa menjadi tantangan bagi banyak orang, terutama di tengah budaya konsumerisme yang melekat dalam kehidupan sehari-hari.

Prinsip YONO mendorong perhatian pada kebutuhan pokok dan menilai kualitas di atas kuantitas.

banner 325x300

Namun, penerapannya tidaklah semudah menggulung balik telapak tangan. Bahkan, hambatan sosial bahkan emosional seringkali merupakan penghalang yang sulit untuk diatasi.

Berikut beberapa tantangan yang bisa muncul dalam proses ini, menurut Pengamat Psikososial dan Budaya Endang Mariani.

1. Tekanan sosial

Banyak orang cenderung merasa harus mengikuti standar sosial tertentu, sehingga mode mengikuti standar bahwa “Hiduplah sekarang, pikir nanti” dapat menimbulkan tekanan sosial.

, Rabu (08/01/2024).

Sehingga, Endang sarankan untuk tidak berada dalam lingkungan sosial atau komunitas seperti itu.

“Itulah salah satu hal yang yang perlu diperhatikan,” ujar 없다

2. Keterkaitan emosional

Menurut penilaiannya, banyak orang mendaftarkan merek sebagai simbol, seperti simbol keamanan.

“Mereka pikir mobil dari merek A pasti lebih aman karena dianggap sebagai simbol keamanan, jadi dia harus membeli mobil dari merek tersebut,” jelas Endang.

“Sekarang istilahnya banyak merek mobil yang aman, tidak perlu hanya memilih Toyota,”katanya.

Dia menjelaskannya bahwa hubungan ini bisa tumbuh dari pengalaman dan kenangan hidup seseorang.

Contohnya, ketika lagi-lagi konon seorang yang masih kecil menggunakan merek tertentu atau melihat anggota keluarganya memakai merek tertentu, ketika dewasa, dia merasa memiliki kenangan yang mana sulit dilepaskan terhadap merek tersebut.

Hambatan ini datang dari perkumpulan mental yang membuat seseorang harus belajar melepaskan kepemilikan yang tidak lagi dibutuhkan.

Agar mengatasi hal ini, dibutuhkan kesadaran dan perubahan cara berpikir untuk benar-benar fokus pada hal-hal yang mendukung kesejahteraan hidup.

3. Godaan konsumerisme

Dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya konsumtif, banyak orang merasa perlu mengikuti trend atau memiliki sesuatu (barang) tertentu untuk merasa diterima atau dianggap sukses.

“Iklan-iklan dan media sosial sangat banyak mempengaruhi keinginan kita untuk memiliki sesuatu,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa media sosial sering menampilkan gaya hidup mewah sebagai standar kesuksesan, sehingga tanpa sadar, kita mungkin dimotivasi untuk menirunya.

“Dengan mengurangi paparan media sosial, kita dapat menghindari tekanan sosial untuk mengikuti tren atau contoh yang dianggap sebagai lambang kesuksesan,” katanya.

4. Pengaruh keluarga

Keluarga juga sangat memengaruhi dan bisa menjadi tantangan dalam menerapkan gaya hidup YONO jika tidak ada dukungannya.

“Kalau kita menganut YONO tapi keluarga YOLO, mungkin kita akan merasa terisolasi,” jelasnya.

Tekanan untuk memenuhi harapan atau mengikuti gaya hidup keluarga yang konsumtif bisa mempengaruhi keputusan kita.

“Kami bisa pindah komunitas sosial, tapi kami tidak bisa pindah keluarga,” ujarnya.

Oleh karena itu, buka komunikasi dengan keluarga tentang pentingnya mengurangi konsumsi barang yang tidak perlu dan menekankan nilai-nilai yang lebih berfokus pada kualitas hidup daripada materi.

5. Merasa kehilangan

Salah satu tantangan emosional yang sering dihadapi ketika mencoba menerapkan pola pikir yang sangat netral (YONO) adalah rasa kehilangan.

“Ternyata kita bisa merasa kehilangan, dari yang biasanya kita bisa beli apapun, sekarang harus dibatasi,” katanya.

Perasaan ini biasa muncul ketika seseorang terbiasa dengan kebiasaan yang memberikan kenyamanan jangka singkat, dan ketika mulai mengurangi pembelian barang yang tidak diperlukan, bisa timbul rasa kekurangan atau kehilangan sesuatu yang dilihat sebagai yang padat nilai.

“Tetapi sebenarnya ini tidak masalah, kalau kita bisa berganti pola pikir, maka kita bisa mengatasi hal ini,” katanya.

Kita perlu mengubah cara berpikir dengan berlatih memahami desiran keinginan kita untuk memiliki barang terebut.

Kenali apakah keinginan itu berdasarkan kebutuhan yang sesungguhnya atau hanyalah dorongan emosi semata.

“Belajar untuk mempertimbangkan, kalau memang memang kebutuhan lalu dibeli, tapi kalau hanya impulsive akibat dorongan emosi lalu jangan dibeli,” katanya.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *