Sistem perpajakan canggih yang dikenal dengan Coretax System disebut-sebut mengalami berbagai masalah sejak dibeberapa kalangan wajib pajak mulai 1 Januari 2025.
Mulai dari kesulitan sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.
.
Menurut Ariawan, secara prosedural, sebelum meluncurkan aplikasi secara publik, DJP seharusnya melakukan uji coba menyeluruh.
Prasyarat dari pengguna belum dijadikan landasan untuk perbaikan lebih lanjut sebelum peluncuran Coretax.
Ariawan menjelaskan bahwa sebuah sistem digital seperti Coretax idealnya memerlukan sebuah proses pengujian yang matang. Ini termasuk pengujian pada kapasitas, responsif dan integrasi data, yang tampaknya belum dilakukan dengan efektif.
Jadi, masalah-masalah yang muncul saat peluncuran awal menunjukkan bahwa Coretax masih terdalamya dalam sempurna.
“Katakan-tahukah Anda, respons terhadap beragam ancaman sangat penting,” katanya.
yang luas untuk membantu mengenali dan memperbaiki kekurangan sistem.
“Kasus-kasus di lapangan digunakan sebagai data awal untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” ujarnya.
Penyebaran informasi yang tidak tepat.
Prianto mengatakan, DJP baru mengingatkan Wajib Pajak untuk melakukan periksa ulang data penanggung jawab (PIC) pada 24 Desember 2024, ketika banyak masyarakat dan pengelola perusahaan sedang libur hari natal. Akibatnya, sebagian besar staf pajak perusahaan baru mencoba login Coretax mulai tanggal 1 Januari 2025.
Prianto menjelaskan bahwa sistem baru Coretax menggunakan metode impersonating, yang merupakan model baru yang belum pernah digunakan sebelumnya dalam aplikasi perpajakan. Ini akan memicu tantangan bagi wajib pajak dalam beradaptasi.
Selain itu, perubahan dalam mekanisme perhitungan PPN menjadi 12% x 11/12 x nilai transaksi melalui PMK 131/2024 mengharuskan pelaku usaha untuk memodifikasi teknologi pengakuanjualannya.
“Mereka harus mengubah aplikasi mereka dari DPP berupa harga jual untuk transaksi barang atau nilai penggantian untuk transaksi jasa ke DPP nilai lainnya. Modifikasi aplikasi di pelaku usaha ritel tersebut mengalami waktu tertunda,” katanya.
Selain itu, PMK 131/2024 juga tidak memberikan waktu yang memadai bagi pengusaha untuk menyesuaikan diri dengan sistem PPN yang baru tersebut. Untungnya, DJP menetapkan Peraturan Dirjen Pajak No. Per-1/PJ/2025 sebagai pedoman teknis pelaksanaan MK 131/2024.
“DJP harus meningkatkan sosialisasi dan bantuan kepada Wajib Pajaknya. Tujuannya agar para pengusaha dapat segera menyesuaikan diri dengan Coretax dan pengelaran PMK 131/2024 di Coretax,” kata Prianto.