Munculnya pagar bambu di perairan Kabupaten Tangerang, Banten hingga saat ini masih memunculkan teka-teki.
Belum diketahui, apakah pagar bambu yang melintang di perairan Tangerang tersebut melanggar aturan atau tidak.
Hingga saat ini sudah ada beberapa pihak yang mencari tahu mengenai pengguna atau pengelola apa yang memasangnya.
Keberadaan pagar bambu itu sebenarnya bisa berdampak bahaya pada nelayan di sekitar pantai Tangerang.
Diketahui, pagar laut sepanjang 30,16 kilometer, akan di pasang di perairan Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.
Hingga kini pagar bambu itu masih berlapis tanda tanya.
Bentuk dan struktur pagar laut ini biasanya berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dan tujuan dari setiap situasi. Sama seperti yang disebutkan dalam visi kita, pagar laut harus berfungsi sebagai penahan gelombang gigih dengan tetap menjaga kelestarian ekosistem laut dan laut sekitarnya.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten menjelaskan, pagar tersebut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata enam meter, dan diterangkan oleh Kepala Dinas.
Struktur ini diperkuat dengan serat bambu, jaring, dan penambahan beban berupa karung pasir.
“Mereka juga membuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dibandingkan dengan pagar laut itu sendiri di dalam area pagar laut,” ujar Eli, seperti dikutip dari Antara.
Tidak hanya satu lapisan, pagar ini dibuat berlapis-lapis. Dia dihiasi dengan jarak pintu setiap 400 meter sehingga dapat dilewati oleh perahu.
Tapi, di dalamnya, masih terdapat lapisan pagar tambahan yang membentuk pola seperti labirin.
“Saya menaiki kapal, memelajari, jadi itu (pagar bambu) bukan satu lapis, tapi berlapis-lapis. Untuk apa? Saya belum bisa mengidentifikasi karena informasinya banyak dan beragam,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah Banten, Fadli Afriadi, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (08/01/2023).
Tanya: Teman yang memiliki Pintu Laut
Dugaan adanya pemasangan pagar laut ini diyakini telah berlangsung selama enam bulan terakhir.
Warga setempat mengaku menerima uang Rp 100.000 per orang untuk meletakkan stemper perahu wisata di malam hari.
Akan tetapi, hingga saat ini, individu atau pihak yang mendorong pemasangan tersebut belum ditemukan identitasnya.
Pelaku belum teridentifikasi. Mereka (warga) menerima pengajian malam-malam atas permintaan uang sebesar Rp 100.000 per orang. Tetapi yang memberi perintah tidak diketahui,” kata Fadli.
Informasi mengenai siapa di balik pemasangan pagar ini masih menjadi misteri dan menjadi sorotan investigasi Ombudsman RI Banten.
Dampak
Kegiatan pagar laut ini dinilai telah mempengaruhi kelancaran bagi nelayan di zona tersebut.
Banyak nelayan mengalami kesulitan mengakses area wilayah perairan mereka target karena pemberantas pelolik yang tertutup berlapis-lapis.
Fadli menekankan bahwa adanya pagar ini bertentangan dengan prinsip dasar laut yang tidak boleh dibatasi dan digunakan sebagai ruang terbuka.
“Menurut prinsipnya, laut harus tetap terbuka dan tidak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten) telah menyatakan bahwa tidak mempunyai izin tersebut,” katanya.
Selain itu, dampak ekonomi juga dirasakan oleh lebih dari 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya (pembudidayanya) yang sehari-hari beraktivitas di kawasan ini.
Legal atau Ilegal?
Menurut Perda Nomor 1 Tahun 2023, kawasan tersebut merupakan zona pemanfaatan umum yang mencakup:
Zona pelabuhan laut
Zona perikanan tangkap
Zona pariwisata
Zona pelabuhan perikanan
Zona pengelolaan energi
Zona perikanan budidaya
Setiap kegiatan penggunaan ruang laut yang berlangsung lebih dari 30 hari harus memiliki Ijin Kesesuaian Kegiatan Penggunaan Ruang Laut (KKPRL).
Paragraf ini difirmankan oleh Rasman Manafii dari Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI).
“Kegiatan di laut harus ada KPRL apabila kegiatan yang di atas 30 hari,” pengungkap Rasman.
Apabila pemasangan pagar ini dilakukan tanpa izin KKPRL, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif.
Penjelasan Langkah Ombudsman dan DKP Banten
Ombudsman Provinsi Banten telah memulai investigasi untuk melacak pihak yang bertanggung jawab atas instalasi pagar ini.
Mereka berencana menghubungi pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak-pihak lain yang diperkirakan memiliki informasi yang relevan.
“Pasti (memanggil Kepala DKP Banten). Kami masih mengenali pihak mana saja yang akan kami panggil,” ujar Fadli.
Sambil itu, DKP Banten juga berjanji akan melibatkan instansi terkait dan sipil seperti Departemen Pertahanan (TNI) Angkatan Laut, Polisi Laut (Polairut), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP), dan Pemadam Kebakaran (HNSI) untuk menyelesaikan masalah ini.