Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir perusahaan pemegang konsesi di Provinsi Riau yang melanggar ketentuan pengelolaan tinggi muka air (TMA) di lahan gambut. Dalam rapat koordinasi penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Menteri Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi tersebut.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Gubernur Riau Abdul Wahid, Kapolda Riau, Danrem, Danlanud, para Kapolres, bupati, kepala BPBD, serta perwakilan dinas lingkungan hidup dari berbagai daerah di Riau. Dalam kesempatan itu, Menteri Hanif menjelaskan bahwa batas maksimal kedalaman air di lahan gambut adalah 40 cm. Melebihi batas tersebut dianggap sebagai pelanggaran yang bisa dikenai sanksi administratif maupun pidana.
Menteri Hanif juga meminta keterlibatan aktif dari aparat daerah, khususnya kepala daerah dan kepolisian, dalam memastikan aturan ini ditegakkan. “Karena kami tidak bisa mengawasi seluruh wilayah setiap saat, maka peran daerah menjadi sangat penting,” ujarnya.
Penegasan ini merupakan langkah preventif untuk mengurangi risiko karhutla yang sering kali dipicu oleh pengelolaan lahan gambut yang tidak sesuai prosedur. Menteri juga menyampaikan bahwa pencegahan dan penegakan hukum harus berjalan beriringan. Ia mengapresiasi tindakan kepolisian yang telah memproses hukum pihak-pihak yang diduga membakar lahan, sebagai bentuk peringatan bagi masyarakat lainnya.
Dengan kolaborasi antarlembaga dan penegakan aturan yang konsisten, Menteri Hanif yakin bahwa potensi karhutla di Riau dapat ditekan secara signifikan. Menurut Menteri Hanif, “Pengelolaan tinggi muka air adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Jika ada pelanggaran, maka sanksi pidana bisa diterapkan.”
Menteri Hanif juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir perusahaan yang melanggar ketentuan pengelolaan TMA di lahan gambut. Sebagai bentuk peringatan, ia menyatakan bahwa sanksi administratif maupun pidana dapat diterapkan untuk pelanggaran tersebut.