Perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Nomor 224/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst yang melibatkan seorang anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi Aldiko Putra memasuki babak baru dengan diajukannya replik oleh pihak penggugat pada Selasa, 8 Juli 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini diajukan oleh Ahmad Muzakka, S.H., M.H., selaku kuasa hukum penggugat, menanggapi jawaban dari Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III.
Dalam repliknya, penggugat menyoroti beberapa eksepsi yang diajukan para tergugat, termasuk eksepsi kewenangan absolut, gugatan kabur (obscuur libel), dan gugatan prematur. Pihak penggugat menegaskan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara ini. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa penyelesaian internal partai politik tidak berjalan efektif.
Menurut penggugat, ia telah menempuh mekanisme penyelesaian internal dengan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Partai pada 10 Maret 2025. Namun, permohonan tersebut ditolak secara administratif tanpa pemeriksaan pokok perkara. Bahkan, permohonan peninjauan kembali yang diajukan penggugat juga tidak mendapat tanggapan hingga saat ini.
Kondisi ini, menurut penggugat, sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Partai Politik yang menyatakan bahwa jika penyelesaian internal tidak dapat dilakukan, perkara dapat diajukan ke pengadilan negeri. Hal ini juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 537 K/Pdt.Sus-Parpol/2016 dan Nomor 46 K/Pdt.Sus-Parpol/2015.
Penggugat juga membantah eksepsi gugatan kabur, menyatakan bahwa gugatan telah disusun secara sistematis dan jelas, mencakup identitas para pihak, duduk perkara, kronologi, dalil hukum, perbuatan melawan hukum, kerugian, dan petitum yang terstruktur. Lebih lanjut, dalam pokok perkara, penggugat menyatakan bahwa tindakan pemberhentian dirinya dari keanggotaan partai dan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) dilakukan secara sepihak dan inkonstitusional.
Penggugat mengklaim tidak pernah diberikan kesempatan untuk membela diri atau dihadirkan dalam sidang kode etik. Surat Keputusan pemberhentian baru diterima penggugat pada 17 Februari 2025, padahal proses PAW telah diajukan sejak 24 Januari 2025. Hal ini dinilai melanggar Pasal 14 ayat (5) dan (6) Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hasil Muktamar Bali Tahun 2024 yang mewajibkan adanya rekomendasi Mahkamah Partai dan sidang pleno DPP.
Penggugat menuntut agar tindakan para tergugat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata, dan meminta agar Surat Keputusan pemberhentian serta seluruh proses PAW dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Selain itu, penggugat juga menuntut pemulihan hak-haknya sebagai anggota PKB dan anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, serta ganti rugi materiil sebesar Rp 1.100.000.000 dan immateriil sebesar Rp 20.000.000.000.
Penggugat juga meminta para tergugat untuk meminta maaf secara terbuka melalui media cetak dan elektronik nasional selama tujuh hari berturut-turut.