Pemberian penghargaan Proper Biru oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia kepada PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), anak perusahaan APRIL Group, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2025 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2023–2024, PT RAPP tercatat sebagai salah satu penerima penghargaan Proper Biru. Namun keputusan ini dinilai janggal dan bertolak belakang dengan temuan serta pernyataan resmi pemerintah sendiri.

Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, menegaskan bahwa PT RAPP tidak layak menerima penghargaan tersebut. “Baru dua minggu lalu, Menteri Lingkungan Hidup memberikan sanksi kepada PT RAPP karena membangun dan mengoperasikan pabrik tisu tanpa dokumen AMDAL dan menyebabkan gangguan kepada masyarakat,” kata Okto, Jumat (23/5/2025). Ia juga menyebutkan bahwa APRIL Group dan PT RAPP masih terlibat dalam aktivitas penebangan hutan alam, seperti di wilayah konsesi PT SAU. Tak hanya itu, Okto juga menyinggung pelanggaran hak asasi manusia dalam insiden tragis tewasnya 15 orang di konsesi PT NWR yang diduga akibat truk perusahaan tercebur ke Sungai Segati.

Senada dengan itu, Ketua Umum Perisai Negeri Bumi Melayu Riau, Jumri Harmadi, turut mempertanyakan konsistensi KLHK. “Sangat problematis ketika PT RAPP diberi Proper Biru, padahal Menteri KLHK sendiri, Hanif Faisol Nurofiq, baru saja menghentikan seluruh aktivitas pembangunan pabrik tisu PT RAPP karena dianggap melanggar aturan lingkungan,” tegas Jumri, Sabtu (24/5/2025). Menurutnya, penghargaan itu tak hanya kontradiktif, tapi juga mencederai kepercayaan publik. Ironisnya, penilaian biru itu juga diberikan kepada hampir seluruh anak perusahaan PT RAPP di berbagai wilayah Riau.

Jumri juga menyoroti persoalan lingkungan lain seperti keberadaan jalan koridor milik PT RAPP yang melintasi pemukiman padat di Pangkalan Kerinci dan menjadi sumber debu yang berdampak pada kesehatan warga. “Masih pantaskah perusahaan seperti ini mendapat label ramah lingkungan?” tanyanya retoris. Ia menambahkan bahwa pemberian penghargaan ini menunjukkan kelemahan sistem audit lingkungan, lemahnya pengawasan, serta tidak transparannya proses penilaian. Oleh karena itu, ia mendesak KLHK untuk segera mengevaluasi dan menarik kembali penghargaan Proper Biru yang diberikan kepada PT RAPP.

“Pemberian penghargaan lingkungan seharusnya menjadi indikator komitmen terhadap keberlanjutan. Bukan sekadar stempel simbolis yang bisa dibagikan tanpa landasan yang kuat,” tutup Jumri, yang juga dikenal sebagai tokoh KAHMI Kabupaten Pelalawan. -mmd, ist.