Luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 187,75 juta hektar, dengan rincian berbagai jenis hutan (hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman) dan lahan non-hutan. Kawasan hutan dibagi berdasarkan statusnya menjadi Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP), dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Lahan non-hutan sering disebut Areal Penggunaan Lain (APL).

Luas kawasan hutan yang begitu besar di Indonesia belum semuanya memiliki kepastian hukum karena belum sepenuhnya dilakukan pengukuhan kawasan hutan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Akibat belum adanya pengukuhan kawasan hutan secara menyeluruh, status hukum kawasan hutan menjadi tidak pasti menurut norma hukum kehutanan dan berpotensi menimbulkan sengketa hukum terkait hak atas tanah yang disebabkan oleh pengaturan norma hukum kehutanan yang berbeda dengan norma hukum agraria.

Penelitian hukum normatif yang dilakukan Dr. Sadino, S.H., M.H. dan Dr. Bambang Wiyono, S.H., M.H. dari Universitas Al Azhar Indonesia dan Universitas Pamulang, menyoroti pentingnya pengukuhan kawasan hutan untuk kepastian hukum. “Pengukuhan kawasan hutan adalah kunci untuk menentukan status lahan dan memberikan kepastian hukum,” ujar Dr. Sadino. UU No. 41 Tahun 1999 sendiri sebenarnya bersifat sentralistik dan dominan pada Pemerintah Pusat (Menteri Kehutanan). Negara memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus hutan, tetapi harus digunakan untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945).

“Kawasan hutan yang tidak memiliki kepastian hukum berpotensi menimbulkan masalah bagi masyarakat, seperti hilangnya hak atas lahan dan terjerat sanksi pidana,” tambah Dr. Bambang Wiyono. Penelitian ini memberikan pemahaman mengenai kawasan hutan dan mendorong pemerintah untuk mempercepat proses pengukuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kekhawatiran ini terbukti dalam kasus yang menimpa anggota DPRD Kuansing, Aldiko Putra, yang didakwa melakukan perusakan hutan lindung Bukit Batabuh. Dalam persidangan terungkap fakta bahwa kawasan hutan Bukit Batabuh belum ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Saksi Ahli Hukum Kehutanan yang dihadirkam oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Agus Suryoko SH MH, menjelaskan di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Kamis kemarin (15/5/2025) bahwa berdasarkan informasi dari Balai Penunjukan Kawasan Hutan (BPKH), kawasan Bukit Batabuh belum sampai tahap penetapan sebagai hutan lindung. “Menurut informasi dari Balai Penunjukan Kawasan Hutan (BPKH), kawasan tersebut belum sampai ke tahap penetapan,” jelas Agus Suryoko di hadapan majelis hakim.