Sidang lanjutan kasus dugaan intimidasi dan perintangan penyidikan yang menjerat anggota DPRD Kuantan Singingi (Kuansing), Aldiko Putra, kembali digelar di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Kamis (15/5/2025). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dua saksi kunci dihadirkan oleh JPU dalam persidangan kemarin, yakni seorang anggota intelijen TNI dan seorang Ahli Penegakan Hukum Undang-undang Kawasan Kehutanan, Agus Suryoko SH MH. Namun, keterangan yang disampaikan oleh kedua saksi tersebut justru tidak mengarah pada tindakan intimidasi, pengancaman, maupun perintangan penyidikan yang dituduhkan kepada Aldiko Putra terkait peristiwa beberapa waktu lalu yang melibatkan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kuansing, Abriman.
Saksi pertama, seorang prajurit intelijen (yang identitasnya dirahasiakan), dengan tegas menyatakan di hadapan majelis hakim bahwa dirinya tidak melihat maupun mendengar adanya ancaman atau intimidasi selama berada di kediaman Aldiko Putra. Saksi menjelaskan bahwa saat tiba di rumah Aldiko, dirinya tidak ikut dalam pembicaraan yang berlangsung di dalam rumah, melainkan memilih untuk menunggu di luar.
Lebih lanjut, saksi menceritakan kronologi perjalanannya hingga berada di lokasi kejadian. Ia mengaku mendapat perintah langsung melalui sambungan telepon dari atasan untuk mendampingi Kepala UPT KPH menuju Kecamatan Hulu Kuantan, tepatnya di Desa Sei Kelelawar. Sesampainya di lokasi yang dimaksud, saksi melihat keberadaan sebuah alat berat jenis ekskavator merek Cat berwarna kuning beserta kuncinya.
Mendengar keterangan saksi ini, kuasa hukum Aldiko Putra, Shelfy Asmalinda SH MH, langsung melontarkan serangkaian pertanyaan yang cukup tajam. “Apakah saudara saksi melihat terdakwa Aldiko Putra berada di lokasi, dan menghalang-halangi Kepala UPT KPH untuk membawa alat tersebut, padahal di situ ada kunci?” cecar Shelfy. Dengan nada lugas, saksi kembali menegaskan bahwa dirinya tidak melihat keberadaan Aldiko Putra di lokasi alat berat tersebut.
Setelah penemuan alat berat itu, saksi dan Kepala UPT KPH kemudian bertolak menuju kediaman Aldiko Putra di Desa Lubuk Ambacang sekitar pukul 18.00 WIB. Setibanya di sana, saksi menunaikan ibadah Salat Magrib. Usai salat, saksi melihat keluarga Aldiko bersama Abriman, Umbaradani (anggota Polisi Kehutanan), dan seorang pria lanjut usia yang diketahui sebagai pemilik tanah. Namun, saksi memilih untuk tidak bergabung dengan mereka dan tetap berada di luar rumah.
Saksi kembali menegaskan bahwa dirinya tidak melihat dan tidak mendengar isi percakapan yang berlangsung di dalam rumah. Setelah kurang lebih tiga jam berlalu, barulah pembicaraan tersebut usai. Dalam perjalanan pulang, saksi baru mengetahui informasi bahwa alat berat tersebut tidak diamankan, melainkan dititipkan kepada keluarga Aldiko Putra.
Usai mendengarkan keterangan dari saksi pertama, majelis hakim kemudian meminta keterangan dari saksi ahli penegakan hukum kawasan kehutanan, Agus Suryoko SH MH. Keterangan ahli ini justru membuka dimensi baru dalam kasus ini, terutama terkait dengan status kawasan hutan tempat ditemukannya alat berat. Dalam penjelasannya, Agus Suryoko mengungkapkan bahwa tidak seluruh kawasan hutan lindung di Provinsi Riau telah ditetapkan secara definitif sebagai kawasan hutan lindung.
Menurutnya, terdapat serangkaian tahapan yang harus dilalui sebelum suatu kawasan dapat ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung secara sah. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, ahli menjelaskan bahwa pengukuhan kawasan hutan setidaknya melibatkan empat proses krusial, yaitu penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan penetapan kawasan hutan.
Agus Suryoko menegaskan bahwa tanpa melalui seluruh tahapan tersebut, suatu area belum dapat secara hukum dianggap sebagai kawasan hutan lindung. Majelis hakim kemudian secara spesifik menanyakan mengenai status kawasan hutan Bukit Batabuh, yang menjadi objek perkara dalam kasus Aldiko Putra. Menjawab pertanyaan tersebut, Agus Suryoko berdasarkan informasi yang diperoleh dari Balai Penunjukan Kawasan Hutan (BPKH), menyatakan bahwa kawasan Bukit Bataguh belum sampai pada tahap penetapan.
Keterangan kedua saksi ini jelas memberikan angin segar bagi Aldiko Putra. Kesaksian anggota intelijen yang tidak melihat adanya intimidasi maupun perintangan secara langsung membantah sebagian besar tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Sementara itu, keterangan ahli kehutanan mengenai status kawasan hutan yang belum ditetapkan secara definitif membuka pertanyaan besar terkait dasar hukum penindakan terhadap alat berat yang ditemukan di lokasi tersebut.
Kuasa hukum Aldiko Putra, Shelfy Asmalinda, menyambut baik keterangan kedua saksi tersebut. Menurutnya, fakta yang terungkap di persidangan semakin memperjelas bahwa kliennya tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh JPU. Pihaknya optimistis bahwa kebenaran akan terungkap dalam persidangan selanjutnya. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lain yang masih akan dihadirkan oleh JPU dan saksi dari pihak terdakwa.