Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), H. Mafirion, menyatakan dukungan penuh atas langkah dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Hak Asasi Manusia (Kementerian HAM) dalam menyikapi pengaduan para mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang mengaku menjadi korban eksploitasi sistemik, kekerasan fisik dan psikis, serta pelanggaran hak-hak dasar sejak masa kanak-kanak. “Ini bukan sekadar kasus kekerasan masa lalu. Ini adalah potret sistemik tentang lemahnya negara dalam melindungi anak-anak dari eksploitasi berkedok seni dan hiburan. Rekomendasi Kementerian HAM harus menjadi pintu masuk untuk investigasi yang lebih dalam dan menyeluruh,” ujar Mafirion di Jakarta, Rabu (7/5).

Dalam rekomendasi pertama, Kementerian HAM meminta Komnas HAM menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM berat oleh OCI. Menurut keterangan korban, banyak dari mereka direkrut sejak usia 2 hingga 6 tahun, tidak memiliki akta kelahiran, kehilangan jejak keluarga, serta dipaksa bekerja tanpa perlindungan. “Ini adalah sinyal kuat adanya potensi human trafficking. Negara harus hadir untuk memastikan apakah tindakan-tindakan tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat dan siapa yang bertanggung jawab. Korporasi tidak bisa bersembunyi di balik dalih kesepakatan ekonomi,” ujar Mafirion.

Kementerian HAM juga merekomendasikan agar Bareskrim Polri melakukan penyidikan pidana. Meski OCI sudah tidak aktif, proses hukum tetap harus berjalan untuk menjawab rasa keadilan para korban. Banyak dari mereka mengalami kekerasan selama bertahun-tahun dan tidak pernah mendapat perlindungan hukum. “Polri harus menelusuri siapa yang bertanggung jawab secara personal maupun institusional. Apakah ada pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak, KUHP, atau bahkan UU TPPO? Kami di Komisi XIII akan mendorong keterlibatan aktif kepolisian,” ujar Mafirion.

Lebih lanjut, Mafirion menegaskan bahwa dalam kasus ini, negara tidak boleh hanya mengandalkan pendekatan restorative justice atau mediasi, mengingat sifat kasus yang sistemik dan berdampak jangka panjang terhadap korban. “Pendekatan restorative justice mungkin tepat dalam konteks pelanggaran ringan atau konflik antarpihak yang setara. Tapi dalam kasus OCI, yang terjadi adalah relasi kuasa yang timpang dan kerugian multidimensi. Negara harus menegakkan hukum pidana dan perdata secara tegas agar ada efek jera dan pemulihan konkret,” tegasnya.

Rekomendasi ketiga adalah permintaan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memberikan dukungan psikologis kepada para korban. Menurut Kementerian HAM, sebagian korban mengalami trauma mendalam, hilangnya identitas diri, serta ketidakmampuan berintegrasi sosial. “Ini luka psikis yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan permintaan maaf. Negara wajib memastikan rehabilitasi berjalan tuntas, tidak sekadar simbolik. KemenPPPA harus membentuk tim pendamping khusus untuk memastikan pemulihan berjalan manusiawi dan berkelanjutan,” jelas Mafirion.

Rekomendasi terakhir adalah pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang menurut Kementerian HAM hanya bisa dilakukan melalui permintaan resmi DPR RI. Mafirion menyatakan kesiapannya untuk mendorong usulan tersebut di internal Komisi XIII. “Komisi XIII adalah mitra kerja berbagai lembaga HAM dan penegak hukum. Kami siap memfasilitasi pembentukan TGPF lintas lembaga agar proses pengungkapan kebenaran berjalan transparan, tidak dikaburkan oleh narasi pembenaran sepihak dari pelaku,” tambahnya.

Mafirion menegaskan bahwa Fraksi PKB memiliki komitmen yang kuat dalam membela kelompok rentan, termasuk anak-anak korban eksploitasi. Ia juga menilai bahwa kasus OCI menjadi refleksi penting bagi seluruh lembaga negara agar tidak lengah dalam pengawasan terhadap institusi hiburan, pendidikan alternatif, atau tempat kerja informal yang melibatkan anak-anak. “Negara harus belajar dari kasus ini. Tidak boleh lagi ada ruang abu-abu yang mengorbankan anak-anak atas nama tradisi, budaya, atau ekonomi. PKB akan mengawal proses ini hingga para korban mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak,” pungkasnya.