Di tengah lanskap hijau wilayah operasional PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), sebuah kisah konservasi terus bergulir. Bukan tentang sumur minyak atau rig pengeboran, melainkan tentang primata endemik Sumatra: Lutung Kokah (Presbytis femoralis). Primata berwajah hitam dengan bulu keperakan ini dulunya bebas melompat dari dahan ke dahan di rimba Riau. Namun, seiring waktu, hutan yang menjadi rumah mereka kian menyempit akibat perubahan bentang alam dan aktivitas manusia. Data terbaru dari Rimba Satwa Foundation (RSF), mitra pelaksana program konservasi PHR, mencatat populasi lutung kokah tersebar di empat wilayah utama: Hutan Talang (20 ekor), Hutan Kojo (24 ekor), Tahura Minas (139 ekor), dan Giam Siak Kecil (90 ekor). Kawasan-kawasan ini menjadi kantong habitat terakhir di tengah tekanan industri dan degradasi lingkungan.
PHR menyadari perannya dalam menjaga keanekaragaman hayati di wilayah kerjanya. “Upaya yang kami lakukan merupakan wujud komitmen untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem, memastikan jejak kaki lutung kokah tetap menghiasi tanah Riau di masa depan,” ujar Manager Community Involvement & Development (CID) PHR, Iwan Ridwan Faizal, Senin (5/5/2025).
Sebagai langkah nyata, PHR melakukan penanaman ribuan bibit pohon di sejumlah lokasi. Di Hutan Kojo, ditanam 2.000 bibit matoa dan 1.000 bibit jengkol yang menjadi sumber pakan alami bagi lutung kokah. Daun pucuk jengkol dan buah matoa merupakan makanan favorit mereka, sementara pohon-pohon tersebut juga menjadi tempat beraktivitas. Upaya serupa dilakukan di Tahura Minas, dengan penanaman 1.000 bibit matoa dan 500 bibit jengkol, serta di kawasan Pematang Pudu yang mendapat tambahan 500 bibit matoa.
Namun, tantangan konservasi tidaklah mudah. Alih fungsi lahan terus menggerus habitat alami, memecah populasi, dan menghambat pergerakan serta perkawinan antar kelompok. Fragmentasi hutan juga berdampak pada keterbatasan sumber pakan, memperparah tekanan terhadap populasi lutung kokah. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), PHR tidak hanya menanam pohon, tetapi juga membangun kesadaran masyarakat, melakukan patroli hutan, serta mengembangkan upaya mitigasi konflik antara manusia dan satwa.
Dengan jumlah populasi yang masih rentan, upaya pelestarian lutung kokah harus terus diperkuat. Setiap pohon yang ditanam adalah secercah harapan, dan setiap partisipasi masyarakat menjadi kekuatan nyata. Masa depan lutung kokah bergantung pada aksi kolektif hari ini – sebelum status mereka berubah menjadi “terancam punah” oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN).