banner 728x250

Meredam Jerat Paylater Lewat Batas Usia 18 Tahun & Gaji Rp3 Juta

banner 120x600
banner 468x60

(OJK) melalui Surat Edaran (SE) Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi mengumumkan rencana untuk menetapkan syarat usia warga negara yang menerima dana dari Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman daring (pindar) dan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Beli Sekarang Bayar Nanti adalah minimal 18 tahun dan sudah menikah. Kemudian, dalam SEOJK tersebut regulator juga menetapkan minimal penghasilan pengguna paylater adalah Rp3 juta per bulan.

“Pembiayaan dan penerima sudah harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan efektif pada tenggat waktu akuisisi baru dan perpanjangan dana paling lambat 1 Januari 2027,” kata Imanuel Riyadi, Pelaksana Tugas Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025).

banner 325x300

Dia melanjutkan, pengaturan skema pay later ini disusun dengan harapan dapat membantu meningkatkan perlindungan konsumen dan masyarakat terhadap potensi terjadinya jebakan utang (debt trap) bagi pengguna skema buy now pay later. Apalagi, sampai saat ini masih ada pengguna pay later yang belum mendapatkan edukasi dan literasi yang cukup tentang produk dan layanan keuangan ini.

Di sisi lain, peraturan tentang usia dan penghasilan pengguna layanan tagihan bayar nanti ini juga diharapkan bisa mengembangkan dan memperkuat industri Perusahaan Pembiayaan (PP) BNPL.

“Kemudian, Perusahaan Pembiayaan yang mengadakan kegiatan BNPL harus menyampaikan pengumuman kepada nasabah/debitur tentang pentingnya hati-hati dalam menggunakan BNPL, termasuk informasi tentang pencatatan transaksi debitur di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK),” kata Ismail.

settings Siaran aplikasi palsu BOPP akan berlaku 1 Januari 2027.

“Dalam rangka meningkatkan kualitas pembiayaan, menciptakan lingkungan industri yang berkembang sehat, efisien, dan berkelanjutan, melindungi konsumen/masyarakat, serta meminimalisir potensi risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri LPBBTI, maka dipandang perlu untuk meningkatkan pengaturan mengenai LPBBTI,” sambung Ismail.

Mengomentari hal ini, Kepala Hubungan Korporat GoTo Financial, Audrey Petriny, mengatakan, pihaknya bakal mendukung sepenuh hati kebijakan tersebut dari OJK. Dia juga etimis, kebijakan ini dikeluarkan untuk merealisasikan ekosistem industri pembayaran cicilan tanpa bunga yang sehat dan berkelanjutan.

“Kami Komitmen Membuat Layanan Ini Lebih Baik Sempurna”

Selain itu, hingga saat ini GoTo Financial juga telah memberikan pinjaman berdasarkan kemampuan pengguna dan selalu membujuk pengguna untuk menggunakan fitur GoPay Later sesuai kebutuhan. Pun, secara teratur Audrey mengaku, pihaknya juga menyelenggarakan program pendidikan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, sehingga diharapkan belum ada jebakan hutang di kalangan pengguna GoPay Later.

“Kita akan terus berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta pelaku industri lainnya untuk memberikan masukan dalam membuat industri yang sehat,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengatakan, di tengah tingginya pertumbuhan paylater, tak heran jika OJK memberikan batasan ketat untuk melindungi konsumen dan industri.

Berdasarkan catatan OJK pada Oktober 2024, peminjaman pinjaman PLN yang diberikan oleh PP BNPL mencapai Rp8,41 triliun atau meningkat 63,89 persen secara tahunan (year on year/yoy), dengan rasio pinjaman tak berlaku (Non Performing Financing/NPF) brute sebesar 2,76 persen, meningkat dari periode September 2024 yang masih sebesar 2,60 persen. Sementara credit baki debit kredit pay later perbankan pada Oktober 2024 dicatat sebesar Rp21,25 triliun atau meningkat 47,92 persen yoy, dengan total jumlah rekening mencapai 23,27 juta.

Saat ini ada laporan dari pelaku usaha (NPF meningkat), tapi masih bisa dikontrol, masih oke, masih batasnya, masih toleransi,” kata Suwandi, saat ditemui Tirto, Jumat (3/1/2025). “Tapi, tentu sebagai regulator, walaupun OJK mungkin melihat adanya tren kenaikan ini?

Gaji bersih NPF untuk perusahaan pembiayaan tersebut, meski mengalami kenaikan, masih jauh lebih rendah dari ambang batas NPF yang ditentukan OJK, yaitu di level 5 persen. Seperti halnya bisnis lainnya, para pengusaha pembiayaan tidak ingin usaha yang mereka bangun gagal karena tingkat gagal bayar pengguna paylater.

Karenanya, selama ini PT Parkirindo Francasper yang memiliki layanan Bor Gauge Pay Later (BNPL) telah meramu syarat-syarat terbaik yang dapat diberikan kepada masyarakat sebelum menjadi pengguna layanan mereka. Sebagai contoh, untuk menjadi pengguna GoPay Later, masyarakat harus berusia 18-65 tahun yang ditunjukkan dengan foto e-KTP atau KTP elektronik. Selain itu, meskipun tidak tercantum batas minimum, namun PT GoTo Financial mensyaratkan para penggunanya untuk memiliki penghasilan tiap bulan untuk dapat menjadi pengguna GoPay Later.

Sementara Tokopedia, pengguna hanya dapat mengakses Tokopedia Paylater apabila telah berusia 21-50 tahun dan telah bekerja selama minimal 3 bulan. Selain itu, untuk mengakses paylater yang disediakan oleh perbankan seperti Bank Mandiri (Persero) melalui Livin’ Paylater oleh Mandiri juga diwajibkan telah memenuhi batasan usia 18-65 tahun.

“Jadi kedua tingkatan itu harus berhati-hati juga. Karena tujuan mereka menjalankan usaha adalah untuk mencari untung, bukan memenuhi kewajiban bayar banyak,” kata Suwandi.

Baca juga:

Aturan Baru Bikin Peminjam Lebih Bijak dengan Presiden Jokowi

Biru efektif hanya pada 1 Januari 2027 dan masih dipeluangkan untuk disimak kembali oleh OJK, bagaimanapun aturan setifikasi usia dan penghasilan pengguna pinjaman mendatang-keberadaan paylater mempunyai tanda tambah zalim membuat pinjaman paylater kedahulu akan dengan sengaja.

Pun, batas minimal penghasilan Rp3 juta per bulan juga dinilai akan membuat calon pengguna paylater lebih bijak dalam menggunakan layanan tersebut.

“Kemunculan aturan ini pasti membuat peminjam yang mungkin patut bergabung ke platform BNPL ini adalah orang-orang yang harus memiliki pendapatan. Bukan meminjam terus-menerus, lalu tidak jelas mengapa tidak memiliki pendapatan. Lalu bagaimana mereka mampu membayar?” tegas Suwandi.

Sebelumnya, OJK melaporkan, mayoritas pengguna layanan tagar pos (paylater) berasal dari kalangan generasi Z (Gen Z) dengan rentang usia 26-35 tahun. Rinciannya, 26,5 persen pengguna berusia 18-25 tahun dan 43,9 persen pengguna berusia 26-35 tahun. Berikutnya, 21,3 persen berusia 36-45 tahun, 7,3 persen pengguna berusia 46-55 tahun, serta hanya 1,1 persen pengguna paylater berusia di atas 55 tahun.

Dari sisi penggunaan, layanan khusus menguntungkan banyak digunakan oleh anak-anak muda untuk memenuhi kebutuhan fashion mereka, yaitu mencapai 66,4 persen. Lalu diikuti oleh barang-barang rumah tangga sebesar 52,2 persen, elektronik sebesar 41 persen, laptop atau smartphone 34,5 persen, dan perawatan kecantikan sebesar 32,9 persen.

Dir aspirasi Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, penggunaan paylater kini telah menjadi yang sudah merupakan membudaya di kalangan pemuda. Bahkan, buruknya mudalah terkait budaya berutang di layanan perhitungan BLPL tersebut banyak anak-anak muda menganggur utang.

“Paylater itu membuat anak-anak muda ini luber utang, berdarak-dagarut menghutang,” kata Friderica atau yang akrab disapa Kiki, dalam Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2024, dilansir dari YouTube OJK, Jumat (3/1/2024).

Apa lagi hibernasi anak muda yang hanya bertele-tele di rumah, para regulator industri keuangan di seluruh dunia khawatir! Bahkan fenomena frasa “saya memiliki rasa khawatir kehilangan” (fear of missing out – Fomo), “saja Anda hanya hidup sekali” (You only live once – Yolo) hingga “belanja dalam suasana heran” (doom spending) yang memicu perilaku berutang pada anak muda telah menjadi topik polemik di forum Internasional Network on Financial Education yang diselenggarakan oleh OECD.

Seorang remaja ini Fomo, jika tidak bergabung dengan anggap sebagai ketinggalan zaman juga Yolo. Seperti dikatakan, sekarang tren baru adalah doom spending, mengebut saja bila melihat tren tersebut. Jadi, remaja ini kemudian membelanjakan uang yang dimiliki dengan seolah-olah bahkan tidak mengingat ada hari nanti. Yang paling berbahaya bukanlah uang yang dimiliki, tapi dari utang yang dulu.

Padahal, terlepas dari kenikmatan sementara yang ditawarkannya, utang paylater memiliki risiko besar jika tidak dikelola dengan baik atau dalam hal ini dibayar secara teratur dan tidak melebihi tanggal jatuh tempo. Salah satu risikonya adalah menyebabkan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) macet sehingga membuat anak muda kesulitan untuk mengajukan pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

“Banyak remaja yang saya dapat informasi dari bank yang menyalurkan KPR mengatakan bahwa mereka tidak bisa mendapatkan KPR rumah karena SKRT-nya sudah kurang baik,” ujarnya.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan, ketentuan batas usia dan peminaman minimum penggun pembayaran dalam potong bayar ñan berjalan konstiten muda dengan pendapatan rendah akan lebih sedikit risiko gagal bayar. Di tempat dan saat yang sama, ketentuan ini juga akan kurangi kerugian yang harus dikelolanya perusahaan penyeliaan pembayaran kanal.

“Menambahkan variabel pendapatan sebagai proses seleksi peminjam, terutama peminjam muda akan sangat efektif menekan risiko gagal bayar. Karena sebagian besar calon peminjam tersebut adalah mahasiswa yang belum memiliki penghasilan sendiri,” ucapnya, ketika dihubungi Tirto, Jumat (3/1/2025).

Terpisah, Direktur Eksekutif Sekretariat ICT Heru Sutadi, menilai, legalitas proses seleksi penerima merchant masih menjadi tantangan bagi industri pembayaran tanpa kartu kredit (BNPL). Karena itu, meski akan ada aturan soal batas minimum usia, namun regulator dan PP BNPL harus kembali meninjau, apakah pengguna benar-benar sudah memiliki penghasilan mandiri.

Hal ini dikarenakan bila hanya berdasarkan usia minimal 18 tahun, banyak mahasiswa yang masih mengandalkan bantuan dari orang tuanya untuk kebutuhan hidup tetap akan berpotensi mengalami gagal mengembalikan beasiswa.

“Saya pikir harus tetap ada proses penyaringan, ketika dia pinjam, melakukan tagihan belakangan atau paylater, ia juga harus punya kemampuan untuk melunasi utangnya. Jika tidak, sangat disayangkan terhadap masyarakat,” kata Heru, saat dihubungi Tirto, Jumat (3/1/2025).

Tidak adanya larangan yang ketat terhadap penggunaan layanan bayar nanti (paylater), yang akan lebih untung adalah penyedia jasa BNPL, baik itu plutus pay maupun perbankan. Apalagi, sudah banyak laporan kasus bahwa mahasiswa yang kemudian dimasukkan ke daftar hitam saat mencari pekerjaan karena memiliki catatan SLIK yang buruk.

Baiknya, juga penting untuk melihat apakah pendapatan pengguna dapat menutup lakukan bayar utang yang diajukannya di layanan beli sekarang bayar kemudian. Heru menilai, seharusnya PP maupun perbankan penyedia paylater dapat menyaring calon pengguna dengan dengan pendapatan tertentu yang akan membayar di luar batas kemampuan mereka untuk mencegah terjadinya gagal bayar.

“Hungga라이 Kuala-Katakanlah misalnya penghasilannya UMR, kemudian dia paylater-nya mungkin motor atau barang barang bosan lain. Penghasilan-nya bisa maksimal kepada-nya UMR tidak sesuai ini. Gagal bayar itu tadi karena memang pertama seluruh masyarakat tidak ada seleksi siapa yang boleh paylater, mana yang tidak,” imbuh Heru.

Kini juga seharusnya membuatlah daftar prioritas barang yang akan dibelinya menggunakan paylater. Tidak hanya barang-barang yang akan dibeli hanya dibeli berdasarkan nafsu saja atau sekedar indah di mata saja.

“Ah, ini memang masalah kita pula. Karena ya diakui atau tidak, budaya kita ini. Misalnya, sudah membeli barang itu dan cicil, ya sudah dianggap miliknya. Cicilan seringkali diabaikan,” ucapnya.

Baca juga:
banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *