Revisi KUHAP Berpotensi Langgar HAM dan Menimbulkan Kekhawatiran Penyalahgunaan Kekuasaan
Solo- Perubahan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terutama terkait proses penyelidikan dan penyidikan, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Muhammad Rustamaji, SH. MH, mengungkapkan keprihatinannya terhadap perubahan tersebut dalam draf revisi KUHAP yang sedang dibahas di Komisi III DPR RI. Rustamaji menyoroti pemberian otoritas kepada pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan langsung, yang diatur dalam Pasal 5 Ayat 2 Huruf a.
Menurut Rustamaji, konsep tindakan polisional yang bersifat represif dalam revisi KUHAP membuka peluang lebih besar bagi tindakan penahanan. Hal ini bertentangan dengan proses penegakan hukum yang seharusnya melalui empat tahapan, yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Dia juga menekankan pentingnya perlindungan hak asasi warga negara dari upaya abuse of power dan kekhawatiran akan superioritas yang diberikan kepada Kepolisian dalam revisi KUHAP.
Rustamaji menyoroti bahwa KUHAP mengatur prosedur tindak pidana, termasuk penangkapan, penahanan, dan prosedur lainnya. Dalam KUHAP sebelumnya, prosedur penangkapan harus didukung dengan surat resmi dan berita acara pemeriksaan (BAP) untuk memastikan standar dan akuntabilitas dalam proses hukum. Pelanggaran terhadap prinsip ini dapat mengancam asas praduga tak bersalah.
Dekan FH UNS juga mencemaskan perubahan status penyidik dalam revisi KUHAP, di mana penyidik Polri kini disebut sebagai ‘penyidik utama’. Hal ini menunjukkan peningkatan peran Polri sebagai koordinator penyidik lainnya, termasuk dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Rustamaji menekankan bahwa koordinasi horizontal antara Polri dan Kejaksaan perlu diperhatikan, mengingat Kejaksaan sebagai institusi yang bertanggung jawab atas penuntutan.
Rustamaji berharap agar DPR dan pemerintah menyelidiki dan memeriksa kembali revisi KUHAP secara terbuka sebelum disahkan. Dia meminta agar poin-poin kontroversial seperti status penyidik utama dan kewenangan penahanan dibahas secara mendalam. Kekhawatiran masyarakat terhadap arah revisi KUHAP harus diakomodasi agar proses revisi tidak tergesa-gesa dan mengabaikan aspirasi publik.