Slow Living, apa itu?
Konsep hidup sehat yang diadakan untuk mengantre, tapi bukan berarti malas, kompasianer.
Saya menjelaskannya peralihan dari gaya hidup modern yang terlalu cepat dan instan, mengurangi tekanan kerja dan kesibukan monoton ke kegiatan yang harmonis.
Tidak ada lagi pekerjaan yang menimbulkan tekanan energi dan waktu yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan stres, mengabaikan kesehatan sendiri serta kurang bersosialisasi.
Saya mengikuti gaya hidup yang santai atau “slow living” ini sebelum fungsinya menjadi populer di media sosial.
Seperti ini ceritanya, saya tinggal di banyak kota di berbagai pulau selama bertahun-tahun.
Ketika wabah korona merebak ke seluruh dunia, banyak orang yang diserang oleh virus tersebut dan meninggal dalam waktu singkat, lalu dikubur tanpa sebuah upacara penguburan.
Saya masih berada di Manado ketika itu, saya merasakan ketakutan kuat bila saya tertular penyakit itu dan kemudian saya meninggal di sana. Pasti akan berdampak besar bagi siapa saja, baik rekan-rekan kerja, masyarakat sekitar saya, maupun keluarga besar saya di Jawa.
Setelah pandemi mulai menjemukan dan ruang sosial pun diperluas, maka saya memutuskan untuk menjalani masa pensiun dan kembali ke Jawa menjelang Lebaran tahun 2022.
Ada kebetulan, Kakek atau Mbah Kung saya orang asli Malang, ada rumah warisan ibunda di Kota Batu.
Hal ini yang menjadi alasan saya menepi ke Kota Batu, ternyata gaya hidup yang saya jalani kini marak disebut sebagai hidupnya perlambatan.
MENGAPA MANFAATKAN ENTERPRISE SAJA UNTUK MENGONTROLSINYA?
Baik, tenang dan damai, jauh dari suara bising, kemacetan dan polusi.
Meskipun Batu hanya sebuah kota kecil yang terdiri dari 3 kecamatan, tetapi ini sudah menjadi tujuan pariwisata modern. Fasilitasnya tidak kalah dengan Malang, msmun kota Batu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh kota lain.
Udara bersih dari polusi, sejuk, menilai kipas angin dan AC tidak perlu sangat kita perlukan di kota Batu.
Airnya jernih langsung dari sumbernya. Ada PDAM desa, saya hanya perlu membayar sekitar Rp. 30.000 maksimal setiap bulan.
Untuk kebutuhan sehari-hari cukup belanja di warung, semua tersedia, segala jenis sayuran dan buah segar yang baru dipetik, ikan, ayam serta barang lainnya dengan harga murah.
Jika dibandingkan dengan UMR, misalnya gaji perbulan minimal Rp.2.500.000 cukuplah.
Meskipun relatif, tetapnya tergantung orangnya juga sih. Itu sebagai contoh kasarnya saja, menurut saya, yang sudah menjalani selama hampir 3 tahun ini.
Kota ini aman, tidak terdengar ada penjahat jalanan, krupuk, atau pencuri, apalagi perampokan.
Masyarakatnya seseorang yang menghidupi bersama dengan saling bergotong-royong, saling tinggal dekat, menjaga hubungan sosial yang erat tanpa memandang agama dan strata sosial.
Aktivitas harian saya berjalan dengan penuh kegembiraan. Saya merasa telah menemukan pilihan yang tepat dalam menjalani hidup. Dengan kesadaran dan keamanan menikmati setiap momen di kehidupan sehari-hari. Lebih menekankan kualitas daripada kuantitas.
Hidup lebih bermakna, kesehatan jiwa dan raga tetap terawat. Mengurangi tekanan pekerjaan dan kesibukan itu bukan berarti tidak produktif, hanya perubahan demi objek objek saja.
Jadi, kebiasaan saya sekarang, setelah orang rumah berangkat bekerja, saya jalan-jalan pagi, mengelilingi kebun sayur dan buah.
Kadang-kadang ketika musim petik buah jeruk atau jambu kristal, saya menawarkan diri untuk menjadi sukarelawan di kebun milik kerabat.
Kebetulan memang hari ini pagi saya berburu-buru pulang, saya memetik daun kelor, yang sudah dibudidayakan sebagai bagian pagar kebun itu.
Kompasianer, ada yang suka sayur bening kelor dan jagung manis? Sayur daun kelor sudah cukup dibumbui dengan bawang merah tipis-tipis, tomat, sereh, dan kemangi, mengapa tidak membuatnya segar untuk sarapan?
Jika kelihatannya bagi warga kompasian mencari tempat untuk menenangkan diri beberapa saat, menikmati suasana yang damai, saya sarankan ke Kota Batu, jadi tempat asyik melakukan slow living. Pengeluaran hidup di sana tergolong hemat, namun Anda tetap hidup sehat.
Saksikan keindahan alam yang eksotis, pemandangan hijau luas yang melow dari keluarga, ini adalah kota wisata yang menawarkan juga apa yang Anda butuhkan untuk bersantai.
Namun percayalah, kembali ke kampung halaman, Anda akan merasakan rasanya menjadi manusia yang baru, dengan semangat yang baru, siap untuk meningkatkan produktivitas Anda.
Gak percaya?
Silakan dicoba dulu.
Wassalam.