Desa Koto Kombu diguncang amarah warga miskin yang merasa terabaikan. Kedatangan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) disambut dengan luapan kekesalan, bukan senyuman. Pasalnya, data penerima bantuan selama ini dinilai tidak adil dan penuh kejanggalan. “Bagaimana mungkin orang yang punya mobil dua, usaha lancar, malah dapat bantuan,” kata warga.
Sementara kami yang banting tulang cari sesuap nasi, tidak pernah tersentuh bantuan sama sekali,” geram Sridayati, seorang warga Dusun Kombu, dengan mata berkaca-kaca. Kisah serupa datang dari Asmiati, yang mempertanyakan validitas data penerima PKH. “Ada ‘toke’ di kampung ini yang dapat bantuan, sementara saya yang hidup pas-pasan, tidak dapat apa-apa. Ini namanya ketidakadilan!” serunya, disambut anggukan setuju warga lainnya.
Warga Desa Koto Kombu merasa dikucilkan menuntut transparansi dalam pendataan penerima PKH dan menuding adanya kecurangan di tingkat desa. “Kami minta pendataan yang jujur, jangan ada lagi main curang. Kami juga berhak dapat bantuan,” tegas seorang warga lainya. Menanggapi keluhan warga, Pendamping PKH Surtini yang hadir bersama Depri berjanji akan menindaklanjuti keluhan tersebut.
“Kami akan mendata ulang warga miskin yang belum terdata dan memverifikasi data penerima yang dinilai tidak layak. Bagi keluarga yang sudah mampu, kami harap legowo untuk mengundurkan diri sebagai penerima bantuan,” jelas Surtini. Kejadian di Desa Koto Kombu ini menjadi potret buram penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Di tengah himpitan ekonomi, warga miskin yang seharusnya menjadi prioritas justru terpinggirkan, sementara mereka yang berkecukupan malah menikmati bantuan.
Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah untuk segera membenahi sistem pendataan dan penyaluran bantuan agar lebih adil dan tepat sasaran. Menurut Surtini, “Kami akan mendata ulang warga miskin yang belum terdata dan memverifikasi data penerima yang dinilai tidak layak. Bagi keluarga yang sudah mampu, kami harap legowo untuk mengundurkan diri sebagai penerima bantuan.”