Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40% hingga 75% atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar dizaman ini pasti akan tetap berlaku.
Nailul Huda menilai kepastian kenaikan pajak hiburan ini dapat berdampak buruk pada bisnis di sektor hiburan, utamanya pada bisnis karaoke keluarga.
Nailul mengatakan bahwa pasar bisnis karaoke keluarga utamanya adalah kelas menengah yang sangat peka akan perubahan harga.
Menurutnya sangat berbeda dengan konsumen diskotek atau kelab malam dan bar yang merupakan pasar kelas menengah keatas.
“Pemandangan itu berkurang ketika harus membayar lebih tinggi. Maka neustungkinnya ada definisi ulang dari bisnis hiburan ini, terutama untuk karaoke keluarga,” jelasnya.
Sementara untuk kenaikan harga usaha lain seperti klub malam, bar, atau diskotek, menurutnya tidak akan memiliki pengaruh besar pada pasar, terutama jika kenaikannya paling rendah, yaitu 40%.
Tapi, jika diterapkan pada tarif yang paling tinggi yaitu 75%, dirinya juga menjamin bisnis di sektor hiburan pasti akan langsung terdampak.
Pajak hiburan 40-75% masih ada, seperti putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak menguji tariff Pajak Barang dan Jasa Terutang Penuh (PBJT) Pajak Tertentu 40% s/d 75% atas tugas hiburan pada Diskotek, karaoke, pusat malam, bar dan mandi uap/spa.
MK menjelaskan dalam kasus ini penggugat bertanya tentang pengenaan tarif paling rendah 40% hingga 75% khusus Pajak Penghasilan Badan Jasa Tertentu atas jasa kegiatan hiburan dan kesenian di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
“Ini permohonan agar tariff Pemberian Jasa Tanah dan Bangunan (PBJT) tidak diperlakukan khusus dengan potensi terdapatnya pajak ganda atas PBJT,” kata putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/32/PUU-XXII/2024 yang disebut dalam laman resmi MK, Jum’at (3/1).
Menurut Mahkamah Konstitusi, frasa “khusus tarif PBB Jasa Kebersihan dan Pembuang Jamak” untuk jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% hingga 75% dalam Pasal 58 ayat (2) UU KUP dan tidak bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia seperti yang dikatakan oleh pemohon.
“Alhasil, alasan para Pemohon tidak berdasar berdasarkan hukum untuk keseluruhannya,” ujarnya.