Persoalan perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di wilayah Desa Sumpu, Tanjung Medang, Inuman, dan Serosah Kecamatan Hulu Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi kembali mulai diungkap. Kendati sudah berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit, ribuan hektar kebun kelapa sawit tersebut sampai kini belum mendatangkan PAD bagi Kuansing karena berada dalam kawasan hutan dan terindikasi ilegal.
Salah seorang pensiunan kehutanan inisial UM saat berbincang dengan riauin.com sepekan yang lalu mengungkapkan bahwa sekitar enam ribu hektar kebun kelapa sawit yang berada dalam kawasan tersebut (HPT) telah diusulkan Keterlanjuran sesuai dengan Undang-undang Cipta Kerja (UUCK). Namun menurut UM, sampai kini pihak kementerian belum menyetujui. “Sudah diurus, tapi sampai kini izinnya belum keluar,” katanya.
Saat dicecar, dia tidak bisa menjelaskan dasar kepemilikan lahan sehingga diusulkan untuk mendapatkan izin keterlanjuran. Dia pun mengakui ikut terlibat langsung waktu itu dalam membantu pemilik kebun di wilayah tersebut mendaftarkan keterlanjuran. “Bukan hanya di HPT Sumpu saja, tapi semua lahan sawit yang berada dalam hutan kawasan waktu itu sudah kami daftarkan keterlanjuran. Termasuk dalam kawasan Hutan Lindung di Pucuk Rantau. Tapi sampai sekarang belum keluar izinnya,” ungkapnya.
Dia berpendapat, kalau pemilik kebun sudah mendaftarkan izin keterlanjuran dan telah mendapatkan SK bukti pendaftaran dari pihak yang berwenang maka, persoalan itu tidak bisa lagi menjadi masalah hukum. “Kalau sudah didaftarkan tak bisa lagi dipermasalahkan. Kecuali masih ada yang membangun kebun baru setelah habis masa tenggang keterlanjuran yang diberikan pemerintah,” ujarnya.
Kasus perambahan kawasan HPT di Sumpu sudah sejak lama dilaporkan. Bahkan laporan sudah sampai ke Mabes Polri sekitaran tahun 2014 lalu. Namun sampai kini kasus tersebut tidak jelas tindak lanjutnya. Pada tahun 2015, sejumlah tokoh masyarakat di Hulu Kuantan pernah membawa kasus tersebut ke DPRD. Waktu hearing di DPRD, salah seorang Humas pemilik kebun telah menjejaskan secara terang benderang asal muasal mereka mendapatkan lahan di kawasan itu. Termasuk para penjual sehingga lahan tersebut bisa digarap.
Usai hearing tersebut, persoalan perambahan hutan kawasan di wilayah itu kembali vakum. Kini DPRD kembali berniat untuk mengungkap kembali sehingga lahan ribuan hektar itu dikembalikan kepada negara karena telah dikuasai oleh oknum cukong secara ilegal. Belakangan muncul nama sebuah koperasi simpan pinjam “Guna Karya Sejahterah” sebagai pihak yang dominan menguasai lahan. DPRD menilai koperasi ini hanya sebagai kedok oleh oknum cukong agar penguasaan lahan di wilayah itu seolah-olah terlihat legal.
Namun, dua kali pemanggilan oleh DPRD Kuansing, Koperasi Guna Karya tak pernah hadir alias mangkir. Begitupun juga dengan Pj kades di empat desa tersebut juga kompak mangkir.