Akademisi Tolak Kewenangan Absolut Jaksa dalam Proses Perkara Pidana, Berpotensi Disalahgunakan
Pekanbaru – Wacana penerapan asas Dominus Litis oleh Kejaksaan terus bergulir dan memicu perdebatan di kalangan akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat sebab asas Dominus Litis memberikan kewenangan penuh kepada jaksa dalam proses penuntutan perkara pidana, termasuk menentukan kelanjutan atau penghentian suatu perkara. Salah satu penolakan datang dari akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau (Umri), Dr Raja Desril SH MH, yang menyampaikan pandangannya dalam diskusi akademik di Pekanbaru pada Sabtu (8/2/2025).
Raja Desril menyoroti bahwa apabila asas Dominus Litis diterapkan, jaksa akan memiliki kewenangan tak terbatas dalam penuntutan perkara pidana. Hal ini dikhawatirkan dapat membuka celah bagi intervensi politik dan subjektivitas dalam sistem hukum. “Saya melihat apabila asas dominus litis ini diterapkan dan berlaku, maka jaksa memiliki kewenangan tak terbatas dalam penuntutan perkara pidana. Karena kewenangan penuh itu, berpotensi disalahgunakan, di antaranya untuk kepentingan politik dan subjektif. Dalam sistem hukum, hakimlah yang seharusnya menjadi pihak yang objektif, sedangkan jaksa, polisi, maupun advokat tetap memiliki subjektivitas masing-masing. Oleh sebab itu, kami secara tegas menolak penerapan asas ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa konsep kekuasaan yang tidak memiliki mekanisme pengawasan dan keseimbangan dapat berujung pada penyalahgunaan. Ia mengutip teori power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely yang artinya adalah kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut sudah pasti korup. “Awalnya mungkin tujuannya baik dan mulia, tetapi dalam perjalanan waktu, kewenangan ini dapat bergeser menjadi alat untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, perlu ada pembatasan yang jelas agar kewenangan jaksa tidak berkembang menjadi dominasi tanpa kontrol,” ujar Raja Desril.
Di sisi lain, ia juga memahami bahwa asas Dominus Litis ini memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi dalam sistem peradilan pidana. Dengan kewenangan penuh, jaksa dapat lebih cepat menghentikan perkara yang dianggap tidak substansial atau yang tidak memiliki bukti cukup, sehingga dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan mempercepat proses hukum. Namun, ia menegaskan bahwa efisiensi tidak boleh mengorbankan prinsip keadilan. Oleh sebab itu, mekanisme pengawasan dan keseimbangan peran antara kepolisian, kejaksaan, dan peradilan harus tetap dijaga agar hukum tidak menjadi alat kekuasaan semata.
Untuk memperdalam kajian mengenai dampak penerapan asas Dominus Litis ini, Raja Desril mengusulkan agar dilakukan diskusi akademik di lingkungan kampus serta forum-forum hukum lainnya. Ia menilai bahwa partisipasi akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil sangat penting dalam memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi tetap berpihak pada prinsip keadilan dan supremasi hukum.